Ahad 13 Dec 2020 11:32 WIB

'Roller Coaster' Pergerakan Wall Street Sepanjang 2020

Karantina wilayah menjadi salah satu pemicu utama penurunan di Wall Street.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Aktivitas di New York Stock Exchange
Foto: Colin Ziemer/New York Stock Exchange via AP
Aktivitas di New York Stock Exchange

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah mengguncang pasar saham di berbagai negara, salah satunya Wall Street. Pergerakan di bursa efek New York, Amerika Serikat (AS) tersebut bisa digambarkan bak roller coaster di sepanjang 2020. 

Di antara berbagai sentimen yang mewarnai, kebijakan karantina wilayah untuk menekan penyebaran Covid-19 menjadi pemicu utama sejumlah penurunan di Wall Street. Hanya dalam satu hari, keuntungan yang sudah diraih selama bertahun-tahun hilang dalam sekejap.

Baca Juga

Pergerakan tersebut tercermin dari kinerja indeks S&P 500 yang anjlok hingga 12 persen pada Maret lalu setelah Presiden Donald Trump memperkirakan terjadinya resesi ekonomi akibat pandemi. Kejatuhan tersebut merupakan yang terburuk S&P 500 selama 45 tahun terakhir.

Antara 19 Februari sampai 23 Maret, S&P 500 anjlok hampir 34 persen karena kepanikan atas kerusakan ekonomi yang dapat ditimbulkan dari pandemi melanda pasar. Koreksi tersebut mendekati penurunan rata-rata 39,4 persen untuk 14 pasar bearish yang telah terjadi sejak 1929. 

Namun secepat penurunannya, perbaikan yang terjadi di pasar saham juga terbilang cepat. Sejumlah kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk menghadapi Covid-19 khususnya yang berkaitan dengan peluncuran vaksin berhasil membangkitkan kembali kepercayaan investor.

Dalam situasi krisis seperti pandemi ini, rata-rata kondisi pasar bearish akan bertahan hingga hampir 20 bulan. Namun, selama pandemi pasar bisa membalikkan keadaan hanya dalam waktu 20 hari. Berdasarkan historis pergerakan indeks S&P 500 serta Dow Jones, itu merupakan pemulihan yang tercepat.  

Tentu saja godaan untuk melakukan aksi jual cukup tinggi ketika pasar saham jatuh. Namun investor tampaknya lebih stabil dalam menanggapi pergerakan pasar kali ini. 

"Secara umum seharusnya tidak boleh panik. Prinsip itu jelas merupakan pelajaran yang harus diambil," kata kepala strategi investasi di BMO Wealth Management, Yung-Yu Ma, dikutip AP News. 

Per 10 Desember 2020, S&P 500 telah naik 63,9 persen dalam waktu delapan bulan lebih. Kenaikan tersebut menyaingi 64,8 persen kenaikan di seluruh pasar bullish yang berlangsung 31 bulan setelah jatuhnya Black Monday 1987.

Analis melihat, kenaikan pasar yang cukup cepat selama pandemi juga didukung oleh kebijakan-kebijakan yang diluncurkan oleh bank sentral AS, Federal Reserve. The Fed dan Kongres sama-sama turun tangan selama bulan Maret, menjanjikan bantuan dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk pasar dan ekonomi.

Suku bunga kembali ke hampir nol persen, dan dolar membanjiri berbagai sudut pasar obligasi. 

"Mereka belajar banyak pelajaran selama krisis keuangan, dan mereka menerapkannya. Tindakan cepat itu dan komitmen untuk menjaga pasar tetap bertahan adalah salah satu hal terpenting tahun ini," kata manajer portofolio senior di Wells Fargo Asset Management, Margie Patel.

Dengan Federal Reserve berjanji untuk mempertahankan suku bunga rendah bahkan jika inflasi naik kembali di atas target 2 persen, banyak investor profesional memperkirakan pasar akan jauh lebih tenang pada 2021. Kombinasi kebijakan pemerintah dengan distribusi vaksin diharapkan membuat kehidupan kembali normal pada tahun depan. 

Retno Wulandhari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement