Senin 07 Dec 2020 16:47 WIB

Jangan Sampai Kasus FPI Jadi Tragedi Tanjung Priok di 1984

Kasus FPI jangan sampai seperti tragedi Tanjung Priok di 1984

Suasana kerusuhan pada tragedi Tanjung Priok Septeber 1994.
Foto: wikipedia
Suasana kerusuhan pada tragedi Tanjung Priok Septeber 1994.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kasus penyerbuan atau penculikan laskar FPI, Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia KBPII, mengutuk keras aksi tersebut. Kasus ini harus dituntaskan secara transparan.

Kami berharap pihak kepolisian mengusut tuntas kasus yang menimpa tim laskar FPI. Jangan sampai kasus ini menjadi semacam kasus Tanjung Priok di tahun 1984. Kala itu juga ada orang tertembak oleh aparat. Dan sampai kini kasusnya terus mengambang tak jelas,'' kata Nasrullah Larada, Ahad (7/12).

Menurut Nasrullah, Indonesia adalah negara hukum, beradab dan beretika. Maka sudah sepantasnya semua aksi brutal ala preman tidak layak hidup di bumi persada NKRI ini.

"Ini menjadi tragedi buruk, apalagi bila ada merasa paling hebat dan ada yg back up, siapapun dia. Harap diingat, Bangsa Indonesia bisa merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang, tak lain berkat perjuangan para Ulama, Kiyai, Habaib dan seluruh umat Islam Indonesia yang mayoritas penghuni NKRI. Maka sangat wajar jika seluruh umat Islam, siapapun dia  merasa bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kerukunan,'' tegasnya lagi.

Oleh karenanya, lanjut Nasrullah, menjadi sangat naif jika ada tudingan bahwa umat Islam akan menghancurkan atau menggadaikan NKRI.''Andai itu ada, dipastikan 1000% pelakunya bukan para Ulama, Kiyai, Habaib atau Ormas Islam,''tandasnya.

Terkait kasus penembakan yang membuat enam anggota FPI meninggal harus ada orang atau pihak yang bertanggungjawab. Komnas Ham pun harus segera membuat tim independen untuk mengusut kasus ini.''Para petinggi atau pejabat terkait harus berani bertangungjawab. Ini bukan masalah main-main. Sekali lagi ini tragedi.''

Dikatakan Nasrullah, pada masa lalu, yakni pada tahun 1980-an, suasana politik memang mirip saat ini. Kala itu umat Islam dituduh melakukan aksi gerakan teroris dengan sebutan Komando Jihad. Pada saat yang sama kala itu terjadi debat seru mengenai asas tunggal.

''Islam kala itu dicurigai sebagai ektrim kanan yang ingin mendirikan negara Islam. Sosoknya persis kaum kiri yang kala itu juga dituduh ingin mendirikan negara komunis. Nah, persaingan politik melebar ke mana-mana. Waktu itu juga ada golongan oposisi seperti KAMI, yakni Petisi 50,'' ujarnya.

Menjawab apa yang dimaksud Petisi 50 pada tahun 1980-an atau sezaman dengan meletusnya Peristiwa Tanjung Priok, Nasrullah mengatakan para anggota kelompok itu tokoh pendiri bangsa yang menerbitkan petisi 'Ungkapan Kerpihatinan, pada 5 Mei 1980 di Jakarta.

''Petisi itu ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin] dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir. Kala itu geger sekali. Maka saya serukan juga agar kasus penembakan anggota FPI ini jangan sampai melebar menjadi kasus seperti Tanjung Priok atau konflik bernuanasa umat Islam, seperti Warsidi, Islam Jamaah, hingga Haur Koneng di tahun-tahun berikutnya. Kami sudah lelah melihat konflik,'' kata Nasrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement