Kamis 02 Jul 2020 20:37 WIB

Virus Corona Bisa Menyebar di Segala Cuaca, Juga Saat Panas

Virus corona semula dikira bisa sirna ketika cuaca panas.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona
Foto: MgIT03
Ilustrasi Penyebaran Virus Corona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asumsi mengenai cuaca panas bisa mengakhiri pandemi Covid-19 sempat mengemuka. Para ahli telah mematahkan asumsi tersebut sekaligus menekankan bahwa virus baru ini masih sulit diketahui karakteristiknya.

Michael J Urban, direktur terapi okupasi di University of New Haven, Amerika Serikat mengatakan, banyak ahli di lapangan berharap virus akan bertindak mirip dengan flu, di mana virus tidak lebih keras dan protektif dalam cuaca hangat. Sayangnya, itu tidak terjadi dengan Covid-19.

Baca Juga

Urban melihat bagaimana virus merespons di bagian selatan dan barat Amerika pada akhir Juli hingga Agustus, di mana panas dan lembap cenderung berada pada titik tertinggi.

"Covid-19 masih baru. Ada perlambatan kasus di wilayah yang melakukan jarak sosial, bukan dari pengaruh cuaca," kata Urban, dilansir Fox News, Kamis (2/7).

Virus corona bukanlah flu musiman yang bisa menghilang ketika cuaca menghangat. Para pakar kini menyebut bahwa virus bisa tetap menyebar di segala cuaca.

Menjelang Juli, kasus-kasus virus baru melonjak di negara-negara bagian. Dr William Schaffner, seorang profesor medis di Vanderbilt University dan direktur medis dari Yayasan Nasional untuk Penyakit Menular (NFID), mengatakan bahwa bukti sejauh ini menunjukkan bahwa virus dapat ditularkan dalam semua jenis cuaca.

"Terlepas dari iklim, cara terbaik untuk melindungi diri adalah dengan mencuci tangan sesering mungkin, tetap di rumah seperti yang disarankan, dan jarak sosial, serta kenakan masker jika keluar di tempat umum," katanya.

John Whyte, kepala petugas medis dari situs web perawatan kesehatan WebMD, juga menyatakan keraguan bahwa cuaca musim panas bisa membasmi virus. Pada awalnya, dia juga berpikir ini adalah flu yang bisa teratasi dengan cuaca hangat, seperti kebanyakan virus pernapasan.

"Panas dan kelembapan bukan teman virus pernapasan. Namun, kami mulai skeptis terhadap perbandingannya dengan flu ketika kami melihat banyak kasus di wilayah dunia yang hangat atau panas pada bulan Maret dan April,” seperti India, Australia, dan Iran," ujar Whyte.

Ada beberapa alasan kasus infeksi masih tinggi. Selain tidak terpengaruh oleh suhu, virus ini memiliki tingkat penularan yang tinggi sehingga penyebaran sering tergantung pada faktor mitigasi. Itu termasuk kurangnya kesadaran tindakan pencegahan dengan menjaga kekebalan tubuh.

Setidaknya, ada empat coronavirus yang bersifat musiman. Misalnya, wabah sindrom pernapasan akut (SARS) 2002-2003 yang menewaskan hampir 800 jiwa pada saat itu. SARS berakhir pada musim panas, tetapi sebuah laporan tahun 2004 tidak memberikan alasan yang jelas mengapa itu terjadi.

Kali ini, Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 memiliki kecenderungan sedikit berbeda. Belum lama ini, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Canadian Medical Association Journal pada bulan Mei menemukan bahwa suhu tidak memiliki dampak yang jelas pada penyebaran virus corona.

Para peneliti University of Toronto mempelajari 144 wilayah geopolitik di seluruh dunia, di mana 10 atau lebih kasus Covid-19 didokumentasikan pada 20 Maret. Peneliti menemukan hampir tidak ada hubungan dengan pertumbuhan epidemi berdasarkan lintang dan suhu.

Namun, para peneliti mendokumentasikan hubungan yang kuat antara berkurangnya penyebaran virus dengan pembatasan pertemuan massal, penutupan sekolah, dan jarak sosial, sesuai dengan apa yang telah ditekankan para ahli sejauh ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa cuaca yang lebih hangat tidak berdampak pada Covid-19, dan mencatat bahwa seseorang masih dapat tertular, baik saat cuaca cerah atau panas.

Sementara itu, Dr Anne Schuchat, wakil direktur utama Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, memperingatkan bahwa orang Amerika tidak dapat bergantung pada cuaca musim panas untuk menghilangkan virus. Cara terbaik mengendalikan pandemi adalah dengan menerapkan protokol kesehatan.

"Saya tidak berpikir kita bisa mengandalkan itu," katanya dalam wawancara dengan Journal of American Medical Association.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement