Kamis 28 Dec 2017 10:06 WIB

BKPM Tawarkan Proyek Satelit Senilai Rp 7,7 Triliun

Satelit pemantau polusi (ilustrasi)
Foto: VOA
Satelit pemantau polusi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika akhir pekan lalu menyelenggarakan kegiatan 'pre-market sounding' (penawaran) proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) satelit multifungsi pemerintah senilai Rp 7,7 triliun. Kominfo melalui Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berencana untuk melakukan pengadaan satelit multifungsi pemerintah dengan teknologi terbaru yaitu "High Throughput Satellite".

Proyek tersebut akan dikembangkan dengan skema pengembalian investasi berasal dari pembayaran ketersediaan layanan (Availability Payment/AP) dan diberikan penjaminan pemerintah (government guarantee).

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Tamba Parulian Hutapea mengatakan kegiatan pre market sounding bertujuan tidak saja untuk memberikan informasi kepada calon investor tentang keberadaan proyek, tetapi juga sekaligus mendapatkan masukan (feedback) dari calon investor terhadap model investasi yang ditawarkan untuk selanjutnya menjadi bahan penyempurnaan Prastudi Kelayakan yang sedang disusun.

"Setelah mendapatkan informasi secara umum, pada sesi presentasi proyek peserta yang tertarik dapat melakukan diskusi lebih teknis dengan perwakilan BP3TI Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku penanggung jawab proyek didampingi oleh perwakilan Kantor Bersama KPBU pada sesi Konsultasi Proyek," katanya.

Ada kurang lebih 100 peserta yang meliputi investor yang bergerak di bidang perusahaan VSAT, perusahaan satelit, operator telekomunikasi, lembaga keuangan dan konsultan terkait yang diundang dalam kegiatan penawaran tersebut.

Beberapa perusahaan yang hadir dan tertarik antara lain Arianespace, Aerospace Industrial Development Taiwan, Aerospace Long-March International Trade Co. Ltd, Thales Indonesia, Anhui Sun Create Electronics Co., Ltd., PT Selindo Alpha, PT Iroda Mitra, PT Pasifik Satelit Nusantara, SES Network, PT Damai Persada Investama, China Telecom, PT Telekomunikasi Indonesia, PT Indosat Tbk, Telkomtelstra, Deloitte, PwC, Bank of China, Credit Agricole CIB, Citibank, China Export and Credit Insurance Corporation (Sinosure) dan perwakilan atase perdagangan Amerika Serikat, Perancis dan Rusia.

Pelaksana Tugas Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan menjelaskan Indonesia sudah menggunakan satelit untuk komunikasi sejak tahun 1967 dan dilanjutkan untuk kegiatan siaran pada tahun 1974. Selama ini kementerian/lembaga menggunakan layanan data dari perusahaan BUMN dan swasta untuk komunikasi. Namun, layanan komunikasi yang disediakan tersebut memiliki kendala berupa jangkauan yang tidak dapat melayani daerah terpencil.

Dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau, Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada fiber optik. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan instansi pemerintah, akses data yang ada tidak dapat memenuhi layanan dasar, sehingga saat ini dibutuhkan layanan pita lebar (broadband). Untuk itu satelit ini akan menyediakan layanan digital di sektor pendidikan, kesehatan, kepolisian, pertahanan dan keamanan serta pemerintahan dalam negeri.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement