Ahad 07 Feb 2016 07:00 WIB

Fakta Tersembunyi di Balik Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Bendera Indonesia dan Malaysia
Bendera Indonesia dan Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Perselisihan mengenai garis perbatasan antara RI-Malaysia tidak pernah berakhir. Pada Januari 2010, setelah dengan mudah mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan, Malaysia berasumsi Ambalat pun dengan mudah akan jatuh ke pangkuannya.

Hubungan kedua negara tambah memanas lagi. Penyebabnya, karena banyak kasus TKW dan TKI yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi di negeri jiran itu.

Banyak warga mengusulkan agar Indonesia kembali berkonfrontasi dengan Malaysia, seperti pada masa Bung Karno (1962-1966). Untungnya kini perseturuan perbatasan itu mereda dan Malaysia berjanji memberikan kesejahteraan lebih layak pada tenaga kerja Indonesia yang berjumlah sekitar dua juta orang (termasuk yang ilegal). Disepakati mereka juga akan mendapatkan hak libur sehari dalam sepakan.

Selama empat tahun konfrontasi, Indonesia melakukan berbagai upaya agar dunia menyokong kebijaksanaannya menghadapi Malaysia. Termasuk di konperensi-konperensi internasional seperti Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) di Bandung, April 1964. Bahkan, di konperensi yang dihadiri puluhan negara ini hadir panglima NKKU (Negara Kesatuan Kalimantan Utara).

Nama panglima NKKU itu Ismet. Usianya sekitar 30-an tahun, berwajah tampan dan agak tinggi. Dia datang ke KIAA mewakili rakyat Kalimantan Utara yang menentang berdirinya Malaysia.

Perdana Menteri NKKU AM Azahari kala itu juga berada di Indonesia, diundang oleh Presiden Soekarno setelah ia gagal melakukan pemberontakan di Brunei melawan Inggris pada 1961 yang masih menjajah negara kaya raya tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement