Kamis 28 Jan 2016 07:00 WIB

Jembatan Busuk di Sawah Besar

Sejumlah warga melintas di atas jembatan Balley (darurat) yang belum selesai pembangunannya di atas sungai Pabelan desa Adikarto, Mungkid, Magelang, Jateng, Kamis (23/12).
Foto: Antara
Sejumlah warga melintas di atas jembatan Balley (darurat) yang belum selesai pembangunannya di atas sungai Pabelan desa Adikarto, Mungkid, Magelang, Jateng, Kamis (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Jembatan Busuk di Sawah Besar (orang Betawi menyebutnya Sawo Besar), Jakarta Pusat, melintas di atas sodetan Kali Ciliwung (Kali Molenvliet) dan menjadi penghubung antara Jalan Gajah Mada (Molenvliet West) dan Jalan Hayam Wuruk (Molenvliet Oost). Foto ini diabadikan 1946, kedua jalan protokol ini masih sunyi senyap.

Hanya tampak satu dua mobil melintas di Jalan Gajah Mada dan di seberangnya (Jalan Hayam Wuruk). Secara samar-samar terlihat trem listrik melintas angkutan utama ketika itu.

Berbelok ke arah kiri dari Jalan Gajah Mada terletak Gang Ketapang yang kini menjadi Jalan KH Zainul Arifin, tokoh NU yang pernah duduk dalam kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jembatan yang menghubungkan Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuuruk ke arah Sawah Besar oleh warga hingga sekarang masih banyak menyebut 'jembatan busuk'. Yang kini menjadi kawasan sangat padat dan macet untuk lalu lintas dari daerah Kota ke Harmoni dan Harmoni - Kota.

Mengapa jembatan --yang sampai saat ini masih kita jumpai-- dinamakan 'jembatan busuk? Penamaannya sangat terkait dengan adanya saluran gas yang digunakan penduduk Batavia. Pabrik gas terletak di Gang Ketapang, yang kini bernama Jalan KH Hasyim Ashari, untuk mengabadikan nama pendiri NU dan kakek Gus Dur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement