Kamis 14 Feb 2019 19:36 WIB

Cokelat dan Hati, Simbol Cinta Murni atau Komersialisasi?

Komersialisasi Hari Valentine berkembang di Amerika pada pergantian abad.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Beragam kudapan dari cokelat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Beragam kudapan dari cokelat.

REPUBLIKA.CO.ID, Cokelat dan hati selama ini menjadi yang paling populer menjadi simbol cinta. Termasuk saat perayaan Hari Valentine. Namun, kini cokelat dan hati tidak lagi murni menyimbolkan cinta, tapi lebih kepada komersialisasi bisnis.

Sejarawan Emerita National Portrait Gallery, Amy Henderson dalam artikel How Chocolate and Valentine’s Day Mated for Life (Bagaimana Cokelat dan Hari Valentine Dikawinkan Seumur Hidup) menyatakan cokelat memiliki sejarah sebagai makanan cinta. Sejarah cokelat tersebut berakar dalam sejarah Mesoamerika.

Cokelat menjadi barang berharga di kalangan elite Suku Maya dan Suku Aztec, yang terkenal penikmat minuman perpaduan biji kakao panggang, vanila, madu, dan cabai. Biji kakao menjadi komoditas yang sama berharganya dengan emas, bahkan digunakan untuk membayar pajak pada penguasa Aztec.

Pada awal 1600-an, adat mengkonsumsi cokelat menyebar ke seluruh Eropa. Di London, rumah-rumah cokelat mulai menyaingi rumah kopi sebagai tempat pertemuan sosial. Di Prancis, Madame de Sevigne menulis tentang konsumsi cokelat yang sangat besar di Versailles pada 1671. Saat itu, Louise IV meminum cokelat setiap hari. Sementara Madame du Barry disebut mencampurkan amber pada cokelat untuk merangsang kekasihnya.

Ketika Marie Antoinette menikahi Louis XVI pada 1770, dia membawa pembuat cokelat pribadinya ke Versailles. Pembuat cokelat untuk ratu menciptakan resep, seperti cokelat dicampur dengan umbi anggrek untuk kekuatan, cokelat dengan bunga jeruk untuk menenangkan saraf, atau cokelat dengan susu almond manis untuk membantu pencernaan.

Koneksi cokelat dengan Hari Valentine adalah contoh utama dari menemukan hadiah, meskipun butuh waktu berabad-abad. Pada saat Victoria menjadi Ratu pada 1837, teknologi siap mengubah Hari Valentine menjadi bonanza komersial. Rakyat Victoria senang menghujani orang-orang yang mereka sayangi dengan hadiah dan kartu yang dihiasi Cupid.

Pada 1840-an, gagasan Hari Valentine sebagai hari libur untuk merayakan cinta romantis telah mengambil alih sebagian besar dunia berbahasa Inggris. Pada masa itu, muncul Richard Cadbury, keturunan keluarga produsen cokelat Inggris.

Cadbury berhasil meningkatkan teknik pembuatan cokelatnya, sehingga dapat mengekstraksi mentega kakao murni dari biji utuh. Dia menghasilkan cokelat minum yang lebih enak daripada yang pernah dicicipi kebanyakan orang Inggris. Proses ini menghasilkan mentega kakao dalam jumlah berlebih yang menjadi cikal bakal makanan cokelat.

Komersialisasi Hari Valentine berkembang di Amerika pada pergantian abad. Pelopor cokelat, Milton Hershey memulai sebagai pembuat karamel.

Ketika berbicara tentang cokelat komersial, tidak ada yang mengalahkan Russell Stover. Perusahaannya dimulai ketika Clara Stover mulai membungkus "Bungalow Candies" pada 1923. Dia dan suaminya pindah ke Kansas City dan membuka beberapa pabrik, menjual cokelat Valentine dalam kotak-kotak berbentuk hati ke department store di Midwest.

Profesor dari Departemen Obstetri dan Ginekologi di Herbert Werteim College of Medicine, Sheldon Cherry menjelaskan alasan hati menjadi simbol cinta. Dia mengisahkan pada zaman Romawi kuno, orang percaya hati adalah pusat semua emosi manusia. Karena cinta adalah emosi yang kuat, maka hati menjadi simbol cinta.

Dilansir di Telegraph.co.uk, hati berkaitan dengan pusat pengetahuan dan perasaan. Gagasan itu diterima secara luas sampai seorang tabib Romawi, Galen mengatakan hati cenderung bertanggung jawab atas emosi daripada alasan, terlepas dari cinta. Selama berabad-abad, gagasan bahwa hati terkait dengan emosi telah bertahan dan keduanya sekarang terhubung secara intrinsik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement