Senin 12 Nov 2018 11:07 WIB

Bung Tomo dan Titah Kiai Hasyim Asyari

Penyerangan ke markas NICA ditunda karena menunggu Kiai Abbas dari Pesantren Buntet

Rep: Andrian Saputra/ Red: Karta Raharja Ucu
KH Hasyim As'ari
Foto: sumber istimewa/Taufik Mkt
KH Hasyim As'ari

REPUBLIKA.CO.ID, Rencana untuk menggempur tentara sekutu dan NICA di Surabaya ternyata sempat diundur sehari. Penggempuran pertahanan sekutu dan NICA awalnya direncanakan pada 9 November 1945.

Kala itu, Bung Tomo meminta restu kepada Kiai Hasyim Asyari untuk melakukan penyerbuan. Namun, Kiai Hasyim Asyari meminta agar penyerangan ditunda. Alasannya karena Kiai Abbas Abdul Jamil dari Cirebon, Jawa Barat belum sampai ke Surabaya.

“Kiai Hasyim Asyari menunggu Singa dari Jawa Barat, yaitu Kiai Abbas Abdul Jamil,” kata keluarga Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Ahmad Rofan dalam wawancana dengan Republika tahun lalu.

Kiai Abbas dan Pesantren Buntet memang sangat diperhitungkan kala itu. Terlebih di pesantren itu, selain ilmu-ilmu agama, Kiai Abbas juga mengajarkan seni bela diri kepada santrinya.

Hal ini menjadi modal bagi para santri untuk mempertahankan kemerdekaan negeri dari penjajah. Pondok pesantren bunten menjadi basis penting laskar-laskar jihad seperti Hizbullah, Sabilillah, atau Pembela Tanah Air (PETA). Di luar itu, kiai Abbas juga membentuk dua regu laskar santri yakni Asybal dan Athfal.

Kiai Abbas memobilisiasi massa, terutama dari kalangan santri. Ia memberikan komando untuk ikut dalam barisan perjuangan rakyat Indonesia di Surabaya.

Setelah Kiai Abbas Abdul Jamil tiba, penyerangan baru dilakukan. Kiai Abbas bertindank sebagai salah satu komandan perang. Hingga kini, peristiwa yang terjadi pada 10 November 1945 tersebut diperingati seluruh bangsa Indonesi sebagai hari Pahlawan.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement