Sabtu 19 Aug 2017 10:08 WIB

Ini Alasan Hatta Dibuang ke Digul

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Karta Raharja Ucu
Tiga bapak bangsa Syahrir, Sukarno, Moh Hatta.
Foto: istimewa
Tiga bapak bangsa Syahrir, Sukarno, Moh Hatta.

REPUBLIKA.CO.ID, Selama menimba ilmu dan berorganisasi di Belanda, Mohammad Hatta sempat memimpin perhimpunan Indonesia. Sikap politiknya saat itu tegas dan keras. Namun, ketika kembali ke Tanah Air, Bung Hatta seolah berada di belakang Soekarno.

"Waktu Bung Hatta masih di Belanda dia ingin masuk ke partainya Soekarno dalam pemikiran, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI). Tapi, apa yang terjadi? Ketika Soekarno ditangkap, partainya dibubarkan," kata Prof Taufik Abdullah, sejarawan senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Pria kelahiran Bukittinggi, 3 Januari 1936 ini melanjutkan cerita, "Marahlah Bung Hatta: 'Mengapa satu partai bergantung pada satu orang?' Hanya karena satu orang ditangkap, partai bubar. Karena itu, didirikanlah Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI-Baru. Bersama Sjahrir yang baru pulang dari Belanda. Nah, ini mementingkan kader, bukan orang per orang."

Kemudian, kata dia bercerita, ternyata oleh Belanda dua-duanya dianggap partai radikal. Belanda melihat PNI-nya Bung Hatta ini lebih berbahaya karena ini partai kader. Jadi, banyak pemimpin.

"Kalau Sukarno kan tokoh satu orang. Nah, itu (tokoh PNI-Baru) langsung dibuang ke Digul, Papua. Selama satu-dua tahun di sana, barulah ada protes dari Belanda. Bagaimana bisa ada orang tamatan sekolah Belanda dibuang ke Digul?"

"Jepang kemudian masuk. Nah, waktu itu—Sukarno, Bung Hatta, dan Sjahrir—sudah berjanji. Mereka semua memang anti-Jepang. Soekarno dan Hatta terlalu dominan. Karena itu, Sjahrir ke gerakan bawah tanah. Bung Hatta sudah melihat, Bung Karno-lah yang bisa menguasai. Hatta lebih ke pemikirannya."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement