Kamis 18 May 2017 16:12 WIB

Pelatihan Gerakan Sekolah Menyenangkan akan Digelar di Yogyakarta

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Fernan Rahadi
Gerakan Sekolah Menyenangkan
Foto: GSM
Gerakan Sekolah Menyenangkan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dalam waktu dekat pelatihan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) akan digelar di Yogyakarta. Acara ini akan digelar selama lima hari, mulai 7 sampai 11 Agustus mendatang.

Penggagas GSM Muhammad Nur Rizal mengemukakan, secara umum acara tersebut terbagi menjadi dua kegiatan utama. “Hari pertama adalah talkshow dan workshop buat guru-guru dan praktisi pendidikan,” katanya kepada Republika baru-baru ini.

Tema talkshow hari pertama adalah 'Status Quo Revolusi Mental di Pendidikan.' Adapun pemateri yang akan mengisi sesi tersebut, di antaranya Yenny Wahid yang masih dalam konfirmasi serta seorang praktisi pendidikan dari Australia.

Sedangkan hari kedua hingga hari kelima kegiatannya berupa workshop khusus untuk calon sekolah model GSM yang lolos seleksi. Workshop bertema 'Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah' ini pun akan diisi oleh pelatihan dari guru-guru GSM dan guru-guru sekolah Australia.

Beberapa materi tersebut penting karena sekolah yang baik adalah sekolah yang siswa-siswinya memiliki order tinggi yang menumbuh, budi pekerti yang baik, dan mereka bisa menjadi warga negara yang efektif. Rizal menjelaskan menjadi warga yang efektif sangat penting karena kita hidup pada era milenial.

“Kita punya potensi bonus demografi tinggi. GDP (Gross Domestic Product) kita pun diprediksi akan menjadi yang keempat atau kelima paling besar di dunia,” ujar Rizal. Semua potensi tersebut, menurutnya, harus dikelola dan disiapkan dari sekarang.

Rizal mengatakan, acara ini terbuka bagi guru dan kepala sekolah, dengan target peserta sebanyak 200 sampai 250 orang. Tahun ini, kata Rizal, timnya menargetkan pembentukan 20 sekolah model GSM baru. Dalam praktiknya mereka akan didampingi oleh 10 sekolah model lama.

Rizal menjelaskan, sekolah GSM setidaknya memiliki dua hal. Pertama sekolah memiliki pembelajaran yang menantang. Sehingga murid tahu proses dan target belajarnya “Maka dari itu harus ada kesepakatan antara murid dan guru. Karena murid akan jadi subyek dalam pembelajaran, bukan obyek,” tuturnya.

Kedua, sekolah harus memberikan ruang pada murid untuk mengekspresikan dirinya. Ekspresi tersebut ke depannya harus diarahkan agar bisa jadi program sekolah dan pembelajaran yang baru. 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement