Jumat 24 Feb 2017 12:30 WIB
Sejarah Freeport dan Perlawanan Papua

‘Amerika Serikat atau NKRI, Sama Saja'

Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

Oleh: Fitriyan Zamzami, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Sejarah perlawanan warga Papua terhadap keberadaan dan operasi PT Freeport Indonesia di Timika sudah bukan rahasia lagi. Meski begitu, sejumlah pihak selalu menekankan pentingnya operasi pertambangan tersebut terus berlangsung bagi Papua.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pemerintah masih terus mencari jalan agar kepentingan seluruh pihak bisa terakomodasi terkait perubahan status kontrak pertambangan antara PT Freeport  dan pemerintah belakangan. Ia mengatakan, penyelesaian polemik tersebut harus mengutamakan kepentingan masyarakat Tanah Papua, tempat Freeport beroperasi.

Sri Mulyani menilai yang terpenting saat ini adalah mencari jalan agar kepentingan seluruh pihak bisa terakomodasi, baik kepentingan pemerintah, PTFI, terlebih masyarakat Papua yang mendapatkan manfaat ekonomi dari aktivitas pertambangan di sana. "Kegiatan ekonomi itu penting bagi Indonesia, bagi Papua, tapi juga bagi Freeport," ujar Sri, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (22/2).

Di sisi lain, Presiden dan CEO Freeport-Mcmoran Inc Richard Adkerson juga menyinggung komitmen perusahaannya untuk Papua terlepas dari sengketa dengan pemerintah. "Kami berkomitmen untuk tetap di Indonesia. Ini sumber daya yang penting bagi Freeport, juga objek penting bagi pemerintah dan Papua khususnya," ujarnya awal pekan ini. 

Richard kemudian mengungkit kontribusi perusahaannya bagi 90 persen untuk perekonomian Timika. Selain itu, ia juga mengklaim bahwa PTFI menyumbang sepertiga pendapatan daerah Provinsi Papua.

Kendati demikian, Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan mendukung langkah tegas pemerintah pusat terhadap PTFI, khususnya perihal pelepasan 51 persen saham PTFI kepada pemerintah. Anggota DPD RI Perwakilan Provinsi Papua Edison Lambe juga menilai Freeport belum banyak berbuat untuk kemajuan masyarakat Papua secara keseluruhan dan Indonesia.

Tapi, pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang merupakan bentuk terkini dari TPN-OPM yang disebut dipimpin Kelly Kwalik  menyatakan tak ambil pusing dengan polemik belakangan. Juru Bicara TNPB Sebby Sambom mengatakan, tak ada bedanya semisal nanti tambang di Timika dikuasai Indonesia atau PTFI.

Hal tersebut ia sampaikan menyusul maraknya isu kemerdekaan Papua semisal PTFI hengkang dari Tanah Papua. “Kami berjuang untuk bebas dari kolonialisme dan kapitalisme. Oleh karena itu, kami lawan keduanya. Apalagi, Freeport masuk ke Papua pada 1967, sebelum Pepera manipulatif pada 1969,” kata dia kepada Republika.

Ia menekankan bahwa penolakan mereka terhadap Freeport tak akan berubah, siapapun yang menguasai aset pertambangan tersebut. “Bagi kami, Indonesia adalah penjajah dan pencuri. Akan kami lawan terus sampai Papua merdeka penuh,” kata Sebby. []

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement