Jumat 24 Feb 2017 12:10 WIB
Sejarah Freeport dan Perlawanan Papua

Kisah Seorang Guru SD dari Amungme

Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9).   (Antara/Muhammad Adimaja)
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). (Antara/Muhammad Adimaja)

Oleh: Fitriyan Zamzami, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Jalan beraspal menuju Bandara Mozes Kilangin, Timika, Papua, sedianya bukan jalur yang ramai betul. Ia sesekali dilewati kendaraan pekerja tambang yang pergi dan tiba melalui bandara tersebut. Namun pada Jumat, 18 Desember 2009 lalu, ruas jalan tersebut pepak oleh warga setempat, ratusan jumlahnya.

Para penumpang yang hendak berangkat terpaksa berjalan kaki sejauh 100 meter menuju Terminal Bandara Mozes Kilangin Timika sembari memikul barang bawaan. Demikian pula sebaliknya, penumpang yang baru turun dari pesawat harus berjalan kaki ke luar Terminal Bandara Timika.

Tujuan orang-orang berkumpul saat itu, menanti kedatangan seseorang bernama Kelly Kwalik, panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Meski yang bersangkutan nantinya bakal tiba sudah tak bernyawa lagi.

Di Papua, pada masa-masa itu, nama Kelly Kwalik sudah ternama di kalangan penduduk tempatan. Ia sejenis sosok mistikal yang tak pernah dilihat kebanyakan orang, namun dijura sepak terjangnya. Ketika itu, pihak-pihak yang menemuinya memperkirakan bahwa Kelly Kwalik berusia sekitar 60 tahun.

Kelly yang pernah menjadi guru di sebuah sekolah dasar (SD) di Waena, sebuah kota kecil yang tak begitu jauh dari Jayapura, disebut-sebut juga kandidat calon presiden Papua Barat. Mitos bahwa dia sukses dengan menyamar dan hadir dalam Kongres Rakyat Papua I di Jayapura tahun 1999 jadi legenda di kalangan masyarakat Papua.

Pada 1998, warga Biak, Papua, mendengar selentingan namanya terkait pengibaran bendera Bintang Kejora di Talang Air dekat Pelabuhan Biak. Kendati demikian, selentingan tersebut tak pernah benar-benar dibuktikan. Kepolisian mulai serius membidik Kelly Kwalik saat ia dituding jadi dalang pembunuhan sejumlah warga negara Paman Sam.

Alkisah, pada Sabtu, 31 Agustus 2002, sekira pukul 12.30 WIT, dua unit kendaraan mini bus yang ditumpangi karyawan perusahaan PT Freeport dihadang sekelompok orang. Para penghadang mengenakan topeng yang dilengkapi senjata api laras panjang. 

Biasanya, kendaraan itu menempuh jarak tersebut selama sekitar dua jam perjalanan. Serangan terjadi pada posisi antara Mile 62 dan 63 dari kawasan Timika-Tembagapura. Pos aparat keamanan berada di Mile 64. 

Iring-iringan sejumlah kendaraan yang membawa 15 karyawan PT Freeport Indonesia, sebagian besar warga AS yang bekerja pada Sekolah Internasional Freeport di Tembagapura kemudian ditembaki para penghadang. Insiden itu menewaskan Ted Burgon (71 tahun) asal Sunriver, Oregon; Ricky Lynn Spier (44), asal Littleton, Colorado; seorang WN Indonesia bernama FX Bambang Rikwanto.

Sementara itu, 12 orang lainnya mengalami luka-luka serius, sembilan di antaranya adalah warga negara AS. Di antaranya Nancy Burgon, Patsy Pear, Sandra Hopkings, Teiya Hopkings, Lynn Ruston, Steven Emma, Francine Goofreen, Jim Burke, dan Kent Back. Tiga WNI yang mengalami luka-luka adalah Johannes Bawan, Lodwijk Worotikan, dan Mastur. Para korban insiden tersebut ketika itu dirawat intensif di Rumah Sakit Mitra Keluarga Timika.

Ryamizard Ryacudu yang saat itu menjabat sebagai kepala staf Angkatan Darat (KSAD) langsung mengindikasikan bahwa Kelly Kwalik terlibat. Menurut Ryamizard, wilayah sekitar pertambangan Freeport itu merupakan kawasan tempat kelompok Kelly Kwalik. ''Daerah tersebut adalah daerah operasi Kelly Kwalik. Tapi, saya tidak langsung katakan itu (pelakunya) dia. Ini jangan sampai salah,'' ujarnya pada 3 September 2002.

Untuk menangkap pelaku penembakan, polisi bekerja sama dengan Biro Penyelidik Federal (FBI) dan Tim Mile 62-63 yang saat itu dipimpin wakapolda Papua. Hasil investigasi FBI pada 2004 akhirnya menyimpulkan bahwa pelaku penembakan adalah angota tentara TPN-OPM yang dipimpin Kelly Kwalik.

Namun, upaya penangkapan, berulangkali gagal. Sebanyak delapan tersangka baru berhasil diringkus pada 11 januari 2006, sekitar pukul 23.00 WIT, di Hotel Amole II Kwamki Lama, Timika. Kelly Kwalik bukan salah satu di antara yang diringkus tersebut.

Nama Kelly kembali mencuat menyusul peristiwa pembakaran dan beberapa kasus penembakan di area PT Freeport pada periode 8 Juli sampai akhir 2009. Kepolisian menyebutkan, penyerangan-penyerangan tersebut mengambil 45 korban. Perinciannya, delapan orang meningal dunia, tiga merupakan warga negara asing, dan mengakibatkan 37 orang luka-luka.

Tim dari Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) kemudian diterjunkan Mabes Polri guna menindak kasus tersebut. Pada 26 Oktober 2009, kapolda Papua saat itu, Bagus Ekodanto, sempat menuturkan bahwa tim telah bertemu Kelly Kwalik. 

Dalam pertemuan itu, kata Bagus, Kelly Kwalik menegaskan berbagai kasus penembakan yang terjadi di areal PT Freeport bukan atas perintahnya. Kapolda Papua juga mengakui, selongsong peluru yang ditemukan di rerupa TKP penembakan adalah buatan PT Pindad. 

Bagaimanapun, kisah hidup Kelly Kwalik akhirnya pungkas pada dini hari, 16 Desember 2009. Kelly ditembak dalam penyergapan pasukan gabungan yang dikomandoi Densus 88 di sebuah rumah dalam hutan di area Mile 26, Timika. Saat itu, Densus 88 dikepalai Tito Karnavian yang kini menjabat kapolri.

Kelly menghembuskan nafas terakhir, tanpa sempat diadili, ketika dilarikan ke RS Kuala Kencana, pukul 09.00 WIT. Lima orang juga ditangkap di rumah yang disergap, di antarnya terdapat seorang perempuan dan seorang anak-anak.

Ketika jenazahnya tiba di Bandara Timika, massa menerobos blokade anggota polisi yang dilengkapi tameng di ruas jalan depan Ceck Point 1 Mile 28 dan terus masuk ke arah Terminal Bandara Timika. Menurut keterangan kepolisian, mereka merangsek dalam damai tanpa tindakan anarkis. 

Sejumlah perwakilan kemudian masuk menjemput jenazah untuk disemayamkan di Lapangan Timika Indah. Buat pihak Indonesia dan Amerika Serikat, tentu Kelly Kwalik dipandang sebagai kriminal dan teroris. Tapi buat anggota suku Amungme, yang mana Kelly Kwalik berasal dan sekian lama terlibat sengketa tanah ulayat dengan pihak PT Freeport Indonesia, ia disambut pulang sebagai martir. []

Tulisan disarikan dari pemberitaan Harian Republika pada rentang 2000-2017

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement