Kamis 01 Dec 2016 07:00 WIB

Jakarta Kota Budak

Perbudakan (Ilustrasi)
Foto: AFP
Perbudakan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Budak merupakan manusia yang memiliki status sosial paling rendah di masyarakat. Tapi, di Jakarta sejak bernama Batavia sampai menjelang akhir abad 19, budak kita dapati di hampir setiap sudut kota. Bahkan, budak pernah menjadi mayoritas penghuni kota ini. Jakarta pernah menjadi kota budak.

Adanya calo budak turut membengkakkan jumlah budak di Ba tavia. Bagi kelompok-kelompok elite Belanda dan Eropa di Batavia, memelihara budak menandakan tingginya status sosial mereka. Semakin banyak memiliki budak makin tinggi status sosialnya.

Tidak heran bila majikan keluar rumah seperti ke gereja atau pasar, mereka didampingi lima atau enam budak. Mereka punya tugas khusus seperti memayungi, memegang tempat sirih, menggendong anak, dan kegiatan lain. Sementara, majikan dengan angkuh melangkah diiringi budak-budaknya yang setia.

Berkembangnya para budak semakin cepat. Hingga pertengahan abad 17, jumlahnya mencapai separuh penduduk Batavia. Berdasarkan sensus 1681, 15.785 dari 30.740 penduduk Batavia adalah budak belian.

Ketika perbudakan dihapuskan pada 1860, masih terdapat ribuan masyarakat berstatus budak di Batavia. Ketika itu, kehidupan gubernur jenderal tidak kalah mewahnya dari raja dan ratu di negeri Belanda. Setiap tahun, Gubernur Jenderal van der Parrra (1761-1776) meng impor 4.000 budak.

Yang mengherankan, seorang putri anggota Raad van Indie bernama Cornelia Johannade Bevree memelihara 59 budak untuk mengurus rumah tangganya. Pada 1775, van Rimsij, seorang kaya raya di Batavia, memelihara 200 budak, terdiri dari pria, perempuan, dan anak-anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement