Jumat 26 Aug 2016 07:00 WIB

Sejarah Pemberian Gelar 'Haji' untuk yang Baru Pulang Berhaji

Jamaah haji tempo dulu menggunakan angkutan kapal laut (ilustrasi).
Foto:

Yang menyedihkan, saat berada di Tanah Suci pun penderitaan jamaah ini belum juga berakhir. Tragedi seperti terjadi di kapal terulang kembali. Tanpa mengenal kemanusiaan dan hanya mengejar keuntungan, oleh para syekh mereka ditempatkan di ruangan yang tidak baik ventilasi udaranya maupun sanitasinya.

Menurut buku tersebut: "Pemeriksaan-pemeriksaan terhadap para jamaah baik oleh perusahaan pelayaran 'Kongsi Tiga' dan broker-broker-nya yang terdiri atas orang pribumi sendiri, penipuan-penipuan oleh para tengkulak haji serta para badal syekh (agen para syekh di Indonesia) melakukan pemerasan-pemerasan secara legal dan memperoleh perlindungan dari pemerintah Hindia Belanda. Intinya calon jamaah haji merupakan sumbernya memperoleh penghasilan dan pemerasan yang sangat empuk.''

Bagaimana kejamnya pemerasan dan penderitaan jamaah haji dapat dibaca dalam prospektus Komite Perbaikan Haji yang diterbitkan 1 Januari 1938, yang sebagian kita kutip: "Serendah derajat, sejelek nasib dan seburuk moril dari bangsa kita tidak ada yang lebih buruk, dari derajat dan derajat nasibnya orang haji bangsa kita dalam kapal. Mereka lebih rendah dan lebih jelek dari kuli kontrak, hanya menang moril boleh jadi ...."

Akibatnya terjadi aksi-aksi protes di Tanah Air, KH Ahmad Dahlan (pendiri dan Ketua Umum PP Muhammadiyah) pada 1912 mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai KH M Sudjak. Usaha perbaikan haji yang dirintis pendiri Muhammadiyah ini mendapatkan dukungan luas masyarakat. Akibatnya, pada 1922 Volksraad (parlemen pada masa kolonial) mengadakan

perubahan-perubahan dalam Ordonansi Haji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement