Ahad 26 Feb 2017 16:04 WIB

Peluru Serdadu Jepang tak Mampu Menembus Tubuh KH Zaenal Mustofa

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Karta Raharja Ucu
KH Zaenal Mustofa, pahlawan asal Singaparna.
Foto: IST
KH Zaenal Mustofa, pahlawan asal Singaparna.

REPUBLIKA.CO.ID, "Biarlah. Bebankan hal-hal yang berat dalam pemeriksaan tentara Jepang kepadaku. Jika terpaksa, boleh disebut nama kawanmu yang benar-benar syahid gugur dalam pertempuran atau sebut santri yang belajar kepadaku, jangan mengaku kenal padaku," kata KH Zaenal Mustofa, pahlawan asal Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, kepada para santri yang ikut berperang melawan penjajah.

Kiai Zaenal adalah pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya Hudaeni, dan terlahir dari keluarga petani berkecukupan. Hudaeni yang lahir di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna,  Kabupaten Tasikmalaya ini mengubah namanya menjadi Zaenal Mustafa usai menunaikan ibadah haji pada 1927.

Ketika melawan pemerintah Jepang, Kiai Zaenal membebankan segala risiko berperang menghadapi penjajah di pundaknya seorang diri. Pria yang lahir pada 1899 dari pasangan Nawapi dan Ny Ratmah itu memang tegas menentang pemerintahan kolonial. Ia membangkitkan semangat kebangsaan dan sikap perlawanan terhadap penjajah lewat khutbah-khutbahnya. Akibatnya pada 17 November 1941, Kiai Zaenal ditangkap penjajah dengan tuduhan menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Penangkapan itu tak membuat pria yang mendirikan pesantren Sukamanah pada 1927 itu surut nyalinya. Pembebasannya pada 1942 yang dilakukan Jepang pascakekalahan Belanda di Perang Dunia II juga tak menyurutkan perlawanannya.

Setelah perjuangan melalui mimbar, Zaenal Mustofa memulai perlawan fisik usai diminta melakukan upacara seikerei, yaitu membungkukkan diri 90 derajat ke arah matahari terbit. Pahlawan yang menimba ilmu agama di Arab Saudi itu menilai seikerei bertentangan dengan ajaran Islam. Belum lagi, aksi pemerkosaan tentara Jepang terhadap perempuan-perempuan di Tasikmalaya sudah amat memprihatinkan kala itu.

Seorang cucu Kiai Zaenal, Yusuf Mustofa mengingat sosok kakeknya amat tegas dalam hal ketauhidan. Berdasarkan cerita turun-temurun di keluarganya, ketika menolak seikerei itu, Zaenal Mustofa sempat ditembak. Tetapi tembakan serdadu Jepang tak berhasil membunuhnya.

"Kunci kemenangan hanya tauhid pasrah pada Allah, karena dengan jalan itu Allah beri pertolongan pada umat. Sehebat apapun manusia di hadapan Allah pasti kecil, itu yang beliau tanamkan ke keluarga," kata dia merawikan kepada Republika.co.id, Sabtu (25/2) dalam peringatan perjuangan pahlawan KH Zaenal Mustofa ke-73.

Ia menuturkan, saat memulai perjuangan fisik, Kiai Zaenal beserta santri pesantren Sukamanah merencanakan sabotase terhadap pemerintah Jepang pada 25 Februari 1944. Perlawanan terbuka santri Pesantren Sukamanah pun dimulai dengan hanya bermodalkan bambu runcing, golok bambu dan ilmu bela diri.

Pertempuran itu mengakibatkan gugurnya 86 santri Sukamanah dan 300 tentara Jepang tewas. Selain itu sekitar 700-900 santri ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara di Tasikmalaya.

Kiai Zaenal memberi instruksi agar para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam kematian para opsir Jepang. Sehingga segala tanggung jawab pemberontakan Singaparna dibebani kepada Kiai Zaenal. Akibatnya, sebanyak 23 orang yang dianggap bersalah termasuk Kiai Zaenal ditangkap lalu dipenjara di Ciamis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement