Betapa pentingnya Kota Madinah bagi perkembangan Islam di Indonesia menjadi alasan yang sangat logis mengapa Muslim Indonesia sangat terluka mendengar kota suci tersebut di bom pada Senin (4/7) lalu. Karena sebelum orang Indonesia belajar di Mesir dan kota-kota lain di Timur Tengah, Makkah dan Madinah sudah menjadi pusat keilmuan untuk Muslim Indonesia.
Mengutip FGP Jaquet dalam artikel "Mutiny en Hadji-Ordonnantie: Ervaringen met 19e Eeuwse Bronnen" Bruinessen menulis antara 1853 dan 1858, jamaah haji yang pulang dari Makkah ke Hindia Belanda tidak sampai separuh dari jumlah orang yang telah berangkat naik haji. Dalam artikel Jaquet yang terbit dalam jurnal Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, tersebut tercatat sejak tahun 1853 sampai 1858 ada 12.985 orang Indonesia yang berangkat haji. Tapi hanya 5.600 orang yang kembali pulang.
Karena untuk berangkat ke Makkah dan Madinah membutuhkan waktu yang lama dan perjalanan yang berbahaya. Saat itu perlayaran masih sangat bergantung pada musim.
Perjalanan menuju Makkah dan Madinah biasanya melalui pelabuhan Aceh, karena itu Aceh disebut Serambi Makkah. Di pelabuhan Aceh para calon haji menunggu kapal yang berangkat ke India. Dari India mereka mereka dapat melanjutkan perjalanan ke Hadramaut, Yaman atau langsung menuju Jeddah.