Selasa 22 Aug 2017 04:53 WIB

Cara Atlet dan Penonton di KL Respons Bendera Terbalik

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Ratna Puspita
Atlet Wushu Indonesia Felda Elfira Santoso (kanan) dan Monica Fransisca Sugianto menggigit medali ketika penganugerahan juara Wushu nomor Daoshu putri SEA Games XXIX di KLCC, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (21/8).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Atlet Wushu Indonesia Felda Elfira Santoso (kanan) dan Monica Fransisca Sugianto menggigit medali ketika penganugerahan juara Wushu nomor Daoshu putri SEA Games XXIX di KLCC, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Peraih medali emas pada cabang olahraga wushu Felda Evira Santoso menanggapi berbagai insiden terkait penyelenggaraan SEA Games dengan tenang. Perempuan asal Jawa Timur yang tak ingin kehilangan konsentrasi untuk turun dalam arena. 

Hajatan berbagai cabang olahraga yang mempertemukan seluruh atlet terbaik negara di Asia Tenggara atau SEA Games ke-29 kembali digelar bulan ini. Kuala Lumpur, Malaysia berkesempatan menjadi tuan rumah.

Ini merupakan keenam kalinya negeri jiran menjadi tuan rumah SEA Games. Sebelumnya, Malaysia pernah menggelar acara tersebut pada 1965, 1971, 1977, 1989, dan 2001. Meski baru beberapa hari saja berlangsung,  terdapat sejumlah permasalahan yang mewarnai kompetisi yang lahir pada 1959.

Pembukaan yang meriah pada Sabtu (19/8) dicoreng dengan insiden bendera merah putih yang tercetak terbalik pada buku panduan SEA Games. Selanjutnya, sejumlah tim dari negara peserta mengeluhkan layanan transportasi seperti bus yang terlambat menjemput. 

Indonesia juga mengeluhkan kepemimpinan wasit pada cabor permainan seperti sepak bola dan olahraga. Wasit dianggap merugikan Indonesia. Bahkan, Indonesia memutuskan mundur atau walk out pada pertandingan sepak takraw. 

"Meski sempat terkejut, tapi saya mencoba untuk tidak hilang fokus dan hanya memikirkan pertandingan saja," kata Felda, yang telah menyumbang dua medali untuk Indonesia, Senin (21/8). 

Kapten tim nasional polo air putra Indonesia, Rezza Auditya Putra mengatakan, sangat menyesali berbagai insiden yang terjadi selama SEA Gamea digelar. “Tentu kami benar-benar kecewa dengan insiden terbaliknya bendera Indonesia. Sungguh itu suatu hal yang tidak harus terjadi pada acara sebesar ini,” ucap Rezza kepada Republika di Arena Akuatik Bukit Jalil, Senin.

Rezza mengatakan tim polo air putra yang berhasil menyumbangkan medali perak pada SEA Games tahun ini termasuk yang mengalami buruknya layanan transportasi. “Kami juga merasakan hal yang dirasakan oleh beberapa cabor yakni keterlambatan bus dari hotel ke arena perlombaan," lanjut Rezza.

Dia pun berharap Panitia Penyelenggara SEA Games 2017 Malaysia atau Masoc segera mengevaluasi kesalahan dan melakukan perbaikan karena ajang ini masih akan berlangsung hingga 30 Agustus mendatang. “Semua kontingen tentu tak ingin mengalami hal-hal non-teknis selama perlombaan karena dapat merugikan dan mengganggu konsentrasi atlet," ucap dia.

Jika para atlet berusaha tetap tenang sembari fokus meraih prestasi di Kuala Lumpur maka tidak demikian dengan suporter Indonesia. Terutama mereka yang berada di Ibu Kota Malaysia tersebut. Mereka mengaku sangat murka dengan ulah yang dibuat oleh panitia atau pihak penyellenggara SEA Games. 

Salah satu yang menyatakan kekecewaannya adalah Mochamad Rusaidi. Pria yang berasal dari Solo ini menjelaskan Malayisa harus memiliki rasa sensitif kepada tamu negara lain. Sebab, mereka adalah tuan rumah dan harus melayani mereka dengan sangat baik.

"Kami pendukung Indonesia tentu tak ingin ada insiden seperti ini. Sangat disayangkan jika permasalahan ini membuat kedua negara menjadi panas. Saya hanya bisa berharap mereka (Malaysia) bisa lebih belajar dari kesalahan-kesalahannya," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement