Sabtu 01 Apr 2023 20:01 WIB

Badan Kelautan PBB Abaikan Penambangan Mineral di Laut

Izin eksplorasi pertama untuk penambangan laut dalam dikeluarkan pada 2001.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
Penambangan mineral di laut (ilustrasi)
Foto: CREATIVE COMMONS/Flickr-ssvilponis
Penambangan mineral di laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAN JUAN -- Tekanan meningkat pada Otoritas Dasar Laut Internasional menghentikan rencana membuka laut untuk pertambangan. Perusahaan mendorong izin untuk mengekstraksi logam dari dasar laut di perairan internasional.

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Jamaika pada Jumat (31/3/2023), menutup negosiasi selama dua minggu tanpa menyetujui aturan dan peraturan untuk mengawasi penambangan laut. Padahal seruan untuk menghentikan, melarang, atau menempatkan moratorium pada upaya untuk mengekstraksi mineral dari kedalaman perairan Bumi terus meningkat.

Baca Juga

Izin eksplorasi pertama untuk penambangan laut dalam dikeluarkan pada 2001. Otoritas tersebut belum menerima permohonan untuk penambangan yang sebenarnya.

Masing-masing negara dan perusahaan swasta dapat mulai mengajukan izin sementara pada 10 Juli jika badan PBB tidak menyetujui seperangkat peraturan dan regulasi pada 9 Juli. Menurut para ahli, sangat tidak mungkin karena mereka yakin prosesnya bisa memakan waktu beberapa tahun.

"Kami tahu betapa pentingnya periode...dewan saat ini," ujar perwakilan otoritas untuk Trinidad dan Tobago Deryck Lance Murray pada pertemuan penutupan pada Jumat.

Para ilmuwan khawatir penambangan laut dalam akan mengganggu ekosistem penting yang mengatur perubahan iklim. Banyak negara juga berpikiran sama, termasuk Prancis, Spanyol, Jerman, Kosta Rika, dan Republik Dominika.

“Jika ragu, pilihlah alam,” kata perwakilan otoritas dari Republik Dominika Edward Anibal Perez.

Perez mencatat bahwa meskipun menyadari pentingnya mineral tertentu dalam membantu manusia dalam transisi energik, penambangan laut dalam bukanlah satu-satunya alternatif. “Jelas ada keraguan mengenai efek yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan ini,” katanya.

Perwakilan Prancis Olivier Guyonvarch mengatakan, kurangnya data tentang ekosistem dan spesies laut dalam mencegah analisis berbasis fakta tentang potensi kerusakan mungkin ditimbulkan oleh penambangan semacam itu. “Para ilmuwan mengungkap keragaman kehidupan yang luar biasa di kedalaman laut yang sebagian besar belum dijelajahi dan belum dipelajari,” katanya.

Guyonvarch mencatat, para ilmuwan sudah mengetahui laut dalam memainkan peran besar dalam mengurangi perubahan iklim dengan menyimpan karbon dalam jumlah besar. Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa penambangan laut dalam akan membunuh spesies dan merusak ekosistem.

Penambangan melepaskan badai kebisingan, cahaya, dan debu. Sementara perusahaan yang mendukung penambangan semacam itu berpendapat bahwa penambangan itu lebih murah dan dampaknya lebih kecil daripada penambangan darat.

Lebih dari 30 izin eksplorasi telah dikeluarkan sejauh ini, dengan aktivitas sebagian besar terfokus di area yang disebut Zona Fraktur Clarion-Clipperton. Area itu membentang 4,5 juta kilometer persegi antara Hawaii dan Meksiko. Eksplorasi di sana telah terjadi pada kedalaman mulai dari 4.000 hingga 6.000 meter.

Badan Energi Internasional mencatat dalam sebuah laporan tahun, bahwa industri yang masih dalam masa pertumbuhan pada awal 2000-an hingga 2010-an seperti teknologi fotovoltaik surya dan kendaraan listrik telah menjamur. Teknologi itu menjadi operasi manufaktur yang luas saat ini.

Menurut Pusat Kebijakan Energi Global Universitas Columbia, permintaan mineral termasuk litium, kobalt, dan nikel diperkirakan akan meningkat.  Sebelumnya kurang dari 10 juta metrik ton menjadi sekitar 150 juta metrik ton antara 2020 hingga 2050.

sumber : AP
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement