Selasa 28 Mar 2023 12:01 WIB

Peneliti Sebut RCEP Jadi Peluang Pasar Kendaraan listrik Indonesia

Porsi Indonesia di pasar kendaraan listrik masih kecil, tapi berpotensi berkembang.

Seorang pria memasukkan uang koin Rp500 untuk mengisi daya baterai sepeda motor listriknya di SPKLU Charger kendaraan dengan koin listrik (Cak Kolis) di Mataram, NTB, Senin (5/12/2022) (ilustrasi). Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai Indonesia dapat memanfaatkan potensi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dalam negeri.
Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Seorang pria memasukkan uang koin Rp500 untuk mengisi daya baterai sepeda motor listriknya di SPKLU Charger kendaraan dengan koin listrik (Cak Kolis) di Mataram, NTB, Senin (5/12/2022) (ilustrasi). Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai Indonesia dapat memanfaatkan potensi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai Indonesia dapat memanfaatkan potensi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk membangun ekosistem kendaraan listrik dalam negeri.

Menurut dia, RCEP yang mencakup negara ASEAN plus Australia, China, Selandia Baru, Jepang dan Korea Selatan akan membuka kesempatan yang lebih besar bagi Indonesia untuk terhubung dengan rantai nilai global. "RCEP dapat mendorong masuknya investasi, baik dari luar (FDI) maupun dari dalam negeri (domestic investment) ke sektor manufaktur yang dirancang memanfaatkan kawasan RCEP," kata Hasran dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Baca Juga

Lulusan Master Bidang Internasional dan Ekonomi Pembangunan Australian National University itu menambahkan, potensi pengembangan kendaraan listrik di Indonesia sangat besar mengingat cadangan nikel dan kobalt yang digunakan sebagai bahan baku baterai listrik sangat melimpah. Selain itu, kemudahan mengurus surat keterangan asal barang (SKA), serta pemberian tarif preferensi dalam skema RCEP dapat menjadi daya tarik produsen kendaraan listrik maupun baterai listrik global untuk berinvestasi di Indonesia.

"Posisi Indonesia dalam pasar kendaraan listrik masih sangat kecil, tapi berpotensi besar untuk terus berkembang. Apalagi, di Indonesia pengembangan kendaraan listrik menjadi semakin urgen seiring dengan isu perubahan iklim yang kian menjadi prioritas pengambil kebijakan," kata Hasran.

Indonesia juga berpotensi menyusul China dan Korea Selatan yang saat ini menjadi pasar utama kendaraan listrik di regional RCEP. Dari 6,6 juta unit penjualan kendaraan listrik di 2021, penjualan tertinggi terjadi di China dengan 3,3 juta unit, diikuti Eropa 2,3 juta dan AS sebanyak 630 ribu.

Indonesia pun sudah memiliki empat perusahaan bus listrik, tiga perusahaan mobil listrik serta 35 perusahaan roda dua dan tiga listrik di 2022. Kondisi ini mengisyaratkan Indonesia telah memiliki kapasitas produksi yang memadai dan berkembang dibandingkan negara ASEAN lainnya.

"Perkembangan ini, tidak terlepas dari langkah-langkah inisiatif yang ditempuh oleh pemerintah dalam empat tahun terakhir. Di tahun 2019, Indonesia menerbitkan Perpres Nomor 55/2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai," kata Hasran.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement