Ahad 12 Mar 2023 17:40 WIB

AS Pernah Sanksi Menteri Pertahanan Cina yang Baru

Pengangkatan Jenderal Li Shangfu dipantau ketat karena latar belakangnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Amerika Serikat (AS) pernah menjatuhkan sanksi pada Menteri Pertahanan Cina yang baru. Jenderal Li Shangfu yang merupakan tokoh modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) disanksi atas pembelian senjata dari Rusia.
Foto: AP / Andy Wong
Amerika Serikat (AS) pernah menjatuhkan sanksi pada Menteri Pertahanan Cina yang baru. Jenderal Li Shangfu yang merupakan tokoh modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) disanksi atas pembelian senjata dari Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Amerika Serikat (AS) pernah menjatuhkan sanksi pada menteri pertahanan Cina yang baru. Jenderal Li Shangfu yang merupakan tokoh modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) disanksi atas pembelian senjata dari Rusia.

Diplomat di kawasan mengatakan, meski dalam sistem Cina peran barunya lebih berfungsi diplomatik dan seremonial tapi pengangkatan Li dipantau ketat karena latar belakangnya. Masa jabatannya dimulai saat Washington mendorong dialog dan komunikasi militer yang memburuk usai reaksi keras Beijing pada kunjungan ketua House of Representative AS Nancy Pelosi ke Taiwan Agustus tahun lalu.

Li merupakan teknokrat, ia teknisi kedirgantaraan yang bekerja di program satelit Cina. Pakar mengatakan latar belakangnya akan membuat Li berperan penting dalam upaya pemerintah Cina mencapai target-target jangka pendek Presiden Xi Jinping.

"Latar belakang teknis dan operasional menteri pertahanan Cina berikutnya sangat relevan mengingat target PLA menjadi militer kelas dunia pada tahun 2049," kata pakar keamanan dari  Rajaratnam School of International Studies, James Char, Ahad (12/3/2023).

Pada tahun 2016 lalu Li ditunjuk sebagai deputi komandan Pasukan Pendukung Strategis PLA. Lembaga elit yang bertugas mempercepat pengembangan kapabilitas perang siber dan luar angkasa Cina.

Ia kemudian ditunjuk sebagai kepala Departemen Pengembangan Peralatan Komisi Militer Pusat (CMC). Badan pertahanan pemerintah yang dipimpin langsung Presiden Xi.

Pada September 2018 lalu AS menjatuhkan sanksi padanya atas pembelian 10 pesawat tempur Su-35 dan peralatan yang berkaitan dengan sistem rudal darat-ke-udara S-400 dari eksportir senjata Rusia, Rosoboronexport pada tahun 2015. Pembelian itu dilakukan saat Li menjabat sebagai direktur Departemen Pengembangan Peralatan CMC.

Beberapa pengamat keamanan mencatat sanksi-sanksi yang tidak merusak pertemuan di masa depan itu dapat menambah komplikasi dan mempengaruhi pemimpin militer Cina.  

Saat ditanya mengenai pengangkatan Li pekan lalu, juru bicara Pentagon Letnan Kolonel Marty Meiners mengatakan militer AS tidak dapat memberikan komentar pada laporan media mengenai perubahan kepemimpinan di Cina. Tapi militer AS ingin mempertahankan komunikasi dengan PLA.

"Jalur komunikasi yang terbuka dapat membantu kami mengelola resiko, menghindari salah perhitungan dan mengelola persaingan dengan bertanggung jawab," kata Meiners.

Peneliti dari Freeman Spogli Institute for International Studies, Stanford University, Oriana Skylar Mastro mengatakan Cina tampaknya menggunakan dinamika ini untuk mendapatkan keuntungan diplomasi. Baik menunjukkan sanksi tidak penting bila diabaikan atau memberi pesan bahwa Washington bukan Beijing yang tidak ingin bekerja sama.

"Keterlibatan selalu menjadi prioritas bagi AS dan Cina melihatnya sebagai konsesi," kata Mastro.

Masa jabatan Li di CMC disoroti karena kedekatannya dengan Xi yang memperkuat kekuasaannya di militer. Beberapa pengamat yakin Li dekat dengan sekutu Xi di militer, Zhang Youxia, pendahulu Li di Departemen Pengembangan Peralatan CMC.

Pada Kongres Partai Komunis bulan November lalu Zhang dipromosikan sebagai wakil ketua dewan CMC. Li juga masuk dalam dewan tujuh orang komisi itu.

Sebagai menteri pertahanan Li juga akan berhubungan dengan militer-militer negara Asia. Ia akan menghadiri pertemuan menteri pertahanan Asia dan Dialog Shangri-La di Singapura.

"Saya pikir dia diangkat ke posisi ini karena untuk memberikan Xi Jinping bidang-bidang penting untuk dimodernisasi," kata pengamat keamanan dari lembaga think tank Hawaii's Pacific Forum, Alexander Neill.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement