Kamis 07 Jun 2012 13:53 WIB

Siluet Tengah Malam

Siluet Tengah Malam
Foto: Siti Sariatus Sholiha
Siluet Tengah Malam

REPUBLIKA.CO.ID, Cerpen Siti Sariatus Sholiha*

“ Ya Allah ya Rabb... ampunilah dosa hamba-Mu ini, permudahkanlah rizki ku, lapangkanlah hatiku, dan dekatkanlah jodoh ku..”

Untaian do’a yang selalu ia panjatkan di setiap sepertiga malamnya, kala itu udara begitu dingin...menusuk tulang rusuk seakan meremukan tulang-tulang.

Tak jarang bulir-bulir air matanya mengalir menganak sungai membasahi kedua pipinya, dan bermuara di tempat sujudnya.  Tak kuasa ia membendung air matanya setiap kali ia mengingat akan dosa-dosanya.

Adzan subuh berkumandang...

Menggema di setiap sendi kehidupan, membangunkan setiap insan yang taat untuk menghadap kepada-Nya.

Maufriatus Syifa Iftikhar Rosyid, gadis berusia 18 tahun, memiliki nama kecil Syifa.  Dia adalah seorang gadis berparas manis, bermata tajam, bertubuh tinggi semampai dan yang membuatnya lebih anggun, dia membalutkan kerudung di kepalanya.  Syifa adalah salah satu siswa di salah satu  SMA yang ternama di kota Bandung.

Sang fajar telah tampak di ufuk timur.  Pagi itu, Syifa berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda tuanya bersama sahabatnya, Nidia, Eka, dan Zahra.

“Syifa... bisakah kau kayuh sepeda mu sedikit pelan?”.  Teriak Nidia

“Ayolah kawan.. ini hari Senin, jangan sampai kita terlambat dan malaikat Ridwan menutup pintu gerbang”.  Celoteh Syifa.

Ya, malaikat Ridwan adalah sebutan mereka kepada satpam penjaga di sekolah mereka.  Dengan sisa tenaga yang mereka miliki, mereka tergopoh-goopoh menuju kelas.

“Hufth... aku benci hari senin”.  Celetuk Zahra.

“Iya benar, pagi-pagi dah di suguhi sama kalkulus, mana gak ngerti pula..”.  keluh Eka.

“Ya ampun... kalian ko bisanya mengeluh terus ??  semangat dong”.  Hibur Syifa.

“Lah..kamu enak, ngerti  materinya dan Allah memberikan kecerdasan yang lebih buat kamu, sedangkan kita??”.  Keluh Nidia.

“Yaa Ukhti.. saya nda merasa di beri kecerdasan oleh Allah.  Allah hanya menitipkannya dan suatu saat Allah bisa mengambil titipan-Nya itu, kalau saya tidak mau mensyukurinya”.

                                                                                  *  * *

Kriiing....

Bel pulang pun berbunyi, semua murid berlomba-lomba keluar dari sebuah ruangan yang hanya berukuran 10 x 8 m.  Terlihat dari wajah mereka berseri-seri, akhirnya usai sudah penderitaan mereka (ya..zaman sekarang ini masih ada siswa yang menganggap bahwa sekolah adalah sebuah penderitaan).  Astaghfirullah...

Syifa, Nidia, Eka, dan Zahra keluar dari kelas.  Tampak sosok seorang laki-laki bertubuh tinggi, bermata tajam dan wajahnya tampak bersinar, sekan wajah itu senantiasa di basuh dengan air wudhu.  Tanpa di sengaja kedua mata laki-laki itu beradu pandang dengan Syifa.  Dengan kecepatan 340 m/s Syifa langsung menundukan pandangannya.

“Ekhem..  Ghadhul bashar ya ukhti..”  celetuk Zahra seraya menepuk bahu Syifa.

“Asstaghfirullah hal’adzim..”

“Owh ya..pergi ke ladang yuuk..” ajak Eka.

“Iyoh...Iyoh..ngantosan sakedap”. Kata Nidia.

“Tunggu..saya lupa bawa mukena”. Kata Zahra seraya mengorek-ngorek isi tasnya.

“ya udah ... nanti kita pakai mukena giliran”.

Ladang ?? Mukena??

Loh ga’ salah tuh ...?

Mereka menyebut Mushola dengan istilah ladang.  Yaa.. ladang tempat menanam dan memanen benih-benih kebaikan, istilah kerennya pahala....^_^

Sore pun telah bergulir, berganti menjadi malam, waktu yang paling tepat untuk beristirahat dan menenangkan pikiran yang penat.

Di sudut jendela, Syifa berdiri memandang kearah luar kamarnya, mendengar suara jangkrik seolah sedang memainkan instrumen musik.  Malam itu, bayangan wajah laki-laki tersebut melintas di benak nya berulang kali.  Ini bukan keinginannya.

“Astaghfirullah...kenapa bayangang wajahnya ada di dalam benak hamba?? Apa yang sedang saya pikirkan??  Arrggh.. Syifa sadar!! Jangan ngelantur pikirannya..”. syifa berkata kepada dirinya sendiri.

                                                                                    *  *  *

Di sekolah.. Syifa terlihat lebih diam hari ini, sedikit sekali kalimat yang terlontar dari mulutnya, sedangkan ketiga sahabatnya asyik berceloteh tanpa henti.  Tapi Syifa tetap diam.

“ Zahra...keliatannya kamu seneng banget hari ini? Habis dapet rezeki ya...??” ledek Nidia.

“ Mbok ya kalau dapat rezeki bagi-bagi sama kita”. Kata Eka

“ Hmmm... atau jangan-jangan habis ketemu sama Rifqi ya? Hayo ngaku..”. ledek Nidia.

“ Mmm.. Iya.  Tapi tenang kita ga’ berkhalwat ko..”. bela Zahra.

“ Senengnya yang lagi jatuh cinta, cie.. cie..”.

“ Syif, sebenarnya cinta itu berkah atau ujian?” tanya Eka.

Syifa pun masih melamun, telinganya mendengar tapi hati dan pikirannya entah dimana.

“ Syifa..” teriak Nidia.

“ Owh iya ma’af, cinta berkah atau ujian ?? menurut saya itu tergantung dari setiap orang yang mengartikannya apa.  Sebenarnya cinta itu bisa berperan ganda.  Ya sebagai berkah sekaligus ujian”. Jawab Syifa dengan mantap.  Ketiga sahabatnya termenung memikirkan perkataan Syifa tadi, singkat tapi memiliki arti yang dalam.

                                                                                    *  * *

Hari Minggu pun tiba, tapi tampaknya sang fajar enggan menampakan diri di ufuk Timur, padahal ini sudah saatnya bekerja, memancarkan sinarnya dan memberi kehangatan untuk seluruh penghuni bumi.

Tepat pukul 08.00 mereka pergi ke suatu tempat tausyiah, mereka berempat termasuk orang yang paling rajin mengikuti tausyiah di sekolahnya.  Ketika mereka duduk di teras mushola, terdengar derap langkah kaki mendekat ke arah mereka.

“Assalamu’alaikum..”

“Wa’alaikumussalam..” merka berempat menjawab ucapan salam tersebut seraya membalikan badan, dan... Subhanallah

Sosok lelaki yang akhir-akhir ini sering melintas di benak Syifa, sekarang ada di hadapannya?? Ya.. dia adalah Ilyas, seorang ikhwan yang wajahnya sering melintas di pikirannya.

“Syifa,, ustadz Ahmad memintamu untuk memesan makanan ke ibu Khadijah dan, dia meminta ku untuk mengantarmu”. Ucap Ilyas terpatah patah.

” Hah ? kapan ? sekarang ?” Syifa pun terkejut’

“ Iya sekarang, tapi tenanglah saya tidak akan berbuat macam-macam dan saya jamin nyawamu selamat”.

Akhirnya mereka berdua pun pergi.  Ada keraguan di hati Syifa

‘Ya Allah apa yang sedang KAU rencanakan? Ini tidak mungkin’.  Celoteh Syifa dalam hati.  Di sepanjang perjalanan mereka berdua hanya terdiam, tak sepatah kata pun

terucap dari mulut mereka, suasana menjadi dingin, sedangkan suhu pada saat itu hanya 300 C.  Entah apa yang membekukan mereka berdua??

                                                                                        * * *

Lagi ... lagi dan lagi...

Bayangan wajahnya semakin sering melintas di pikirannya dan terpatri dalam benaknya.  Apa yang terjadi sebenarnya??

Baru kali ini ada siluet wajah seorang ikhwan (laki-laki) hinggap di benaknya, bak sang lebah yang hinggap di kuntum bunga.  Seolah bayangan tersebut tidak tahu sopan santun, melintas di jalan pikirannya tanpa permisi.

Ya Allah Ya Rabb..

Apakah Engkau sedang menguji hamba ??

Di 1/3 malam itu, Syifa termenung di tempat sujudnya, di temani lampu yang temaram dan suasana yang sunyi.  Hanya bunyi gemerisik daun bambu yang tertiup angin yang terdengar.  Tetes demi tetes air matanya jatuh, hal yang sering terjadi setiap kali ia sedang berkomunikasi (berdo’a) kepada-Nya.

Syifa menyadari bahwa Allah sedang mengujinya saat ini, bukan dengan harta, kemiskinan, kegagalan, bahkan bencana alam, tetapi dengan cinta.  Ya, Allah mengujinya dengan CINTA, sebuah kata yang terdiri dari 5 huruf namun tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

“Ya Allah... ramaikanlah hatiku dengan asma-Mu, penuhilah pikiranku dengan keagungan-Mu, izinkanlah hamba untuk mencintai-Mu, jangan kau palingkan hati ini dari-Mu, jangan biarkan rasa cintaku pada-Mu berkurang karena rasa cinta ku kepada seseorang ataupun sesuatu”.

Hanya tangis yang bisa ia lakukan, ia takut rasa cintanya kepada Allah berkurang, hanya karena siluet tengah malam yang sering melintas di benaknya.

“Ya Rabb... semoga rasa cinta yang kau berikan akan mendekatkan diriku dengan-Mu, ajari hamba untuk mencintainya karena-Mu.  Amin,,,”

Akhir dari sebuah cerita ini di tutup dengan sebuah syair lagu dari Edcoustic, Syifa terhanyut dalam lagu tersebut..

Aku ingin mencintai-Mu..

Setulusnya, sebenar-benar aku cinta...

Dalam do’a, dalam ucapan dalam setiap langkah ku

Aku ingin mendekati-Mu.. selamanya

Sehina apapun diriku, ku berharap ... ku akan bertemu dengan-Mu.  Ya Rabbii...

*Siti Sariatus Sholiha adalah mahasiswa semester 2 Pendidikan Fisika  Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan UIN Syahid Jakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement