Senin 22 Oct 2012 19:26 WIB

Pudarnya Pesona Kampung Inggris

KUNJUNGI KAMPUNG BAHASA. Seorang ekspatriat duduk di belakang para siswa Basic English Course (BEC) di Pare, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (16/6). Belasan eskpatriat dari Madagaskar, Meksiko dan Jepang berkunjung ke Pare - Kediri untuk mengetahui sistem pembal
Foto: antara
KUNJUNGI KAMPUNG BAHASA. Seorang ekspatriat duduk di belakang para siswa Basic English Course (BEC) di Pare, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (16/6). Belasan eskpatriat dari Madagaskar, Meksiko dan Jepang berkunjung ke Pare - Kediri untuk mengetahui sistem pembal

REPUBLIKA.CO.ID,Siapa yang tak kenal kampung Inggris? Julukan bagi Kampung Pare yang terletak di Kediri, Desa Tulungrejo, Jawa Timur ini memiliki ciri khusus dibandingkan dengan kampung-kampung lain yang ada di Jawa Timur.

Keunikan yang dimiliki oleh kampung ini terletak dalam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Umumnya masyarakat Jawa Timur menggunakan Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka, namun berbeda dengan di Pare, masyarakat di wilayah tersebut menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari.

Pegawai, pedagang hingga petani sekalipun mereka berbahasa Inggris inilah yang membuat pare dikenal di seluruh penjuru Indonesia, terutama dikalangan pelajar dan mahasiswa. Para pelajar, mahasiswa bahkan guru-guru Bahasa Inggris pun berbondong-bondong untuk menimba ilmu di kampung yang masih jauh dari keramaian kota tersebut.

Sejarah dari terbentuknya kampung Inggris Pare adalah sejak tahun 1985 oleh Mr Kalend Osen dengan didirikannya BEC (Basic English Course ), dan kini BEC menjadi tempat kursus yang paling tua, menjadi induk dari semua kursusan yang ada di kampung Inggris Pare.

Untuk memenuhi permintaan kursus di kampung Inggris Pare, para alumni dari BEC mendirikan beberapa kursusan Inggris di wilayah sekitar. Tahun berganti tahun jumlah tempat kursus bahasa inggris di tempat tersebut semakin bertambah. Kita bisa mengenal sekarang Elvast, Global  English Course, The Wish, American Web, Awarness, Daffodil, Krisna dan masih ada sekitar 284 nama tempat lainnya.

Gambaran Pare sebagai kampung Inggris dengan penduduk yang seluruhnya menggunakan bahasa Inggris kini telah mulai pudar, banyak dari para pedagang dan penduduk yang menggunakan bahasa jawa ataupun bahasa Indonesia.

Hal ini disebabkan banyaknya pendatang dari luar daerah yang tinggal disana, dan mereka tidak memiliki bakat dalam berbahasa Inggris. “Kalo  sekarang banyaknya pendatang mba, susah kalo dipaksake pake bahasa inggris apalagi yang sudah tua kaya saya” tutur Ummy, seorang pedagang warung nasi yang merasa kesulitan untuk menggunakan bahasa Inggris.

Kenyataan yang terjadi dengan pudarnya ciri khas kampung Pare yang seluruh penduduknya menggunakan bahasa Inggris, tidak menyurutkan para penuntut ilmu untuk tetap menimba ilmu di kampung Inggris tersebut. Dibuktikan dengan maraknya pendatang setiap tahunnya terutama saat hari libur tiba, pemesanan asrama dan tempat kursus pun harus dilakukan satu bulan sebelum program dimulai. Semakin banyaknya tempat kursus yang ada di kampung tersebut menjadi ajang  persaingan peningkatan kualitas antara satu tempat kursus dengan tempat kursus lainnya.

Dan setiap tempat kursus keunggulan masing-masing di bidangnya, ada yang memiliki keunggulan di program speaking, grammar, bahkan ada yang terkenal dengan keunggulan toeflnya.

Satu hal lagi pesona yang ditemukan di kampung Inggris tersebut adalah dominasi sepeda di jalan raya sebagai alat transportasi jarak dekat , sedangkan angkutan umum bagi para penduduk sekitar adalah odong-odong. Bisa terhitung berapa banyak motor yang melewati kampung tersebut, dan bisa kita temukan banyaknya tempat penyewaan sepeda di daerah sekitar.

Salah satu makanan yang khas disana adalah ketan bubuk dan ketan susu, salah satu tempat penjualannya pun banyak dikunjungi orang di sore hari dan dijadikan tempat berkumpul bersama teman-temannya. Sehingga daya tarik kampung Pare bukan hanya keistimewaan dalam bahasa Inggris tapi juga suasana khas kampung yang melengkapi daerah tersebut.

Penulis: Desti Puspaningrum(Mahasiswi Jurnalistik Fakultas Komunikasi dan Dakwah UIN SGD)

sumber : UIN Sunan Gunung Djati
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement