Kamis 10 Apr 2014 05:00 WIB

Apa yang Diurai dari Kemacetan?

Kendaraan pribadi memadati jalan tol Jakarta-Cikampek km-13, Bekasi, Jawa Barat, Senin (31/3). (Republika/Tahta Aidilla)
Kendaraan pribadi memadati jalan tol Jakarta-Cikampek km-13, Bekasi, Jawa Barat, Senin (31/3). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Kemacetan merupakan hal yang biasa bagi sebagian besar warga di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta dan Bandung. Di Jakarta kemacetan bahkan bukan hanya terjadi di ruas-ruas utama ibukota.

Akibatnya banyaknya volume kendaraan, ruas-ruas di jalan tol dalam kota juga bahkan terkena kemacetan. Padahal untuk menikmati jalan tol, pengguna jalan harus membayar sejumlah tarif tertentu sesuai dengan UU no. 38/2004.

Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengguna jalan tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan pengembangan jalan tol. Harusnya sebagai kompensasi pembayaran tersebut jalan tol bisa benar-benar bebas hambatan.

Sebagai pengelola jalan tol terbesar di Indonesia, Jasa Marga sendiri harusnya bisa menyiapkan berbagai fasilitas demi mengurai kemacetan. Terutama kemacetan yang terjadi akibat antrian di gerbang-gerbang masuk dan keluar tol.

Penggunaan sistem tarik pulsa seperti di Singapura misalnya. Di negeri singa tersebut, sistem pembayaran tol dilakukan dengan memasang alat di dalam mobil yang diisi dengan saldo pulsa.

Dan ketika kendaraan memasuki atau keluar gerbang tol, secara otomatis sistem akan memotong pulsa. Penggunaan sistem potong pulsa sendiri dinilai cukup efisien karena pengendara tak perlu mengantri untuk membayar tol.

Di Indonesia sendiri Jasa Marga sudah menerapkan sistem pembayaran dengan e-toll card. e-toll card digunakan sebagai pengganti uang cash. Cara kerjanya mirip dengan sistem potong pulsa di Singapura.

Hanya saja penggunaan pengendara harus tetap 'lapor' di pintu gerbang tol untuk menempelkan kartu ke alat pembayaran di tiap gerbang. Namun hingga saat ini pengguna sistem e-toll card masih terbilang sedikit. Pengguna masih lebih suka membayar dengan tol secara manual ke petugas jaga di gerbang tol dengan uang cash.

Namun mengatasi kemacetan memang tidak hanya bisa dilakukan secara sepihak. Butuh dukungan dari banyak sisi agar masalah kemacetan tidak menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Jika dirunut permasalahan kemacetan adalah jumlah yang tidak seimbang antara volume kendaraan dengan kapasitas jalan.

Maka sudah selayaknya cara yang paling ampuh untuk mengurangi kemacetan adalah dengan mengganti kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi dengan kendaraan umum. Pemerintah sebagai pihak yang berwenang mengambil kebijakan sudah selayaknya memprioritaskan penggunaan kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi.

Penulis: Mohammad Aris Darmawan – Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement