Senin 14 May 2012 22:12 WIB

Keunikan Gunung Salak yang tak Terungkap

gunung salak
Foto: antara
gunung salak

REPUBLIKA.CO.ID,Hampir satu minggu yang lalu kita dikejutkan dengan jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di kawasan Gunung Salak, Bogor.

Berbagai kemungkinan yang diduga menjadi faktor utama jatuhnya pesawat buatan Rusia tersebut masih belum bisa dipastikan. Kesalahan pada sistem navigasi atau kondisi cuaca yang buruk menjadi penyebab yang banyak dibicarakan. Selain itu dugaan adanya gangguan sinyal telepon seluler (ponsel) yang digunakan penumpang juga masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Terlepas dari kejadian jatuhnya pesawat Sukhoi Rabu, 9 Mei 2012 lslu, kondisi kawasan Gunung Salak memang dikenal sebagai daerah yang sering berkabut. “Daerah sekitar Gunung Salak dan Halimun memang cenderung berkabut,” ungkap Adi Wibowo Dosen Geografi Universitas Indonesia. Kawasan hutan tropis di sekitar kedua gunung tersebut merupakan wilayah Taman Nasional Gunung Halimun yang merupakan kawasan hutan tropis terluas di Pulau Jawa.

Menurut sejarahnya Halimun diambil dari bahasa Sunda yang artinya kabut. Maka tidak heran jika kemudian kawasan ini sering kali diselimuti kabut tebal. Kondisi wilayah sekitar Gunung Salak dan Halimun memang tergolong unik. Di daerah tersebut terdapat potensi geothermal terbesar di Pulau Jawa. Selain itu, Gunung Salak juga memiliki beberapa puncak yang diantaranya merupakan puncak palsu. “Ketika mendaki gunung lain, dari manapun arahnya kita pasti bisa mencapai puncak utama, tapi hal seperti itu tidak terjadi di Gunung Salak,” tambah Adi yang pernah mendaki gunung tersebut.

Bagi para pendaki yang tidak hafal betul jalur pendakian menuju puncak Gunung Salak, ada kemungkinan mereka menggunakan jalur yang salah dan sampai pada salah satu puncak palsunya. Jika hal demikian terjadi, maka jalan satu-satunya menuju puncak adalah kembali turun dan mencari jalur utama menuju puncak. Kondisi puncak Gunung Salak ini juga menjadi salah satu kesulitan yang harus dihadapi pilot saat melakukan penerbangan di kawasan tersebut. Apalagi jika cuaca tidak mendukung, dan kabut membuat jarak pandang semakin terbatas.

Namun, diungkapkan Adi bahwa kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi pada kecelakaan Sukhoi kemarin. Mengingat pesawat tersebut sudah dilengkapi oleh sistem navigasi yang memadai. Sehingga seharusnya ada radar yang bisa ditangkap oleh pesawat ketika terdapat tebing dalam jarak dekat didepannya. “Tapi bisa saja jenis batuan di kawasan Gunung Salak ini juga memang berpengaruh pada sistem navigasi pesawat, meskipun ini baru sebatas wacana,” tutur Adi yang sudah sempat berdiskusi dengan Rahmatullah (Pakar Penginderaan Jauh UI).

Adi menyampaikan pihaknya memang sempat menemukan keanehan di sekitar kawasan Gunung Salak ketika beberapa kali melakukan pendakian dan penelitian disana. Dia menuturkan,“Rekan saya dari FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) juga pernah mengalami kesulitan dalam penggunaan GPS disana”. Menurutnya data yang terbaca pada GPS di kawasan Gunung Salak sering kali berubah-ubah sehingga sulit ditentukan. Hal ini diduga karena sifat batuan daerah Gunung Salak yang tergolong unik. “Ada kemungkinan jenis batuan mempengaruhi gelombang elektromagnetik yang bekerja,” tambah Adi.

Namun hingga kini pihaknya belum bisa memastikan hal tersebut karena belum adanya penelitian lebih lanjut yang dilakukan. “Jika ada sponsor mungkin kita bisa melakukan penelitian tersebut, tapi hingga saat ini baru sebatas rencana,” ujar Adi menutup penjelasannya mengenai kondisi Gunung Salak.

Penulis: Nisa Vidya Yuniarti, mahasiswi FMIPA jurusan Geografi 2011

sumber : FHUI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement