Senin 26 Dec 2022 21:47 WIB

Keunikan Anestesi yang Dikembangkan Peradaban Islam

Dasar-dasar anestesi melalui pernapasan berasal dari Islam

Dokter Muslim tempo dulu saat memeriksa pasien (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Dokter Muslim tempo dulu saat memeriksa pasien (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Prof Mohamad S Takrouri dari Departemen Anestesi Universitas King Khalid Riyadh mengatakan, anestesi yang dikembangkan kedokteran Islam sangat unik. ''Benar-benar mampu menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan dioperasi,'' paparnya. Anestesi dalam dunia Islam, imbuh Prof Takrouri, jauh berbeda bila dibandingkan yang dikembangkan peradaban India, Yunani, dan Romawi.

''Anestesi dari ketiga peradaban itu tak membantu menghilangkan rasa sakit,'' imbuh Takrouri. Ia mengungkapkan, salah satu bentuk anestesi asli yang dikembangkan peradaban Islam adalah 'spon obat tidur' (soporific sponge). Teknik tersebut, papar, Prof Takrouri, tak dikenal dalam peradaban sebelum Islam.

Baca Juga

Spon obat tidur itu terbuat dari campuran hashish, papver, dan hyocymine. ''Campuran itu lalu dikeringkan di bawah sinar matahari,'' ujar Prof Takrouri. Ketika akan digunakan, campuran itu kemudian dilembabkan dan ditempatkan di hidung pasien yang akan menjalani operasi. Seketika pasien akan tertidur dan tak akan merasakan sakitnya operasi.

Teknik anestesi seperti ini baru dikenal kedokteran Barat--terutama Eropa--pada abad ke-18 M. Dunia kedokteran Barat kemudian mengembangkan anestesi inhalational modern pada abad ke-19. Penemuan itu telah dipengaruhi oleh karya-karya dokter Muslim yang beredar dan diajarkan di universitas-universitas Barat. ''Dasar-dasar anestesi melalui pernapasan berasal dari Islam,'' kata Prof Takrouri menegaskan.

Di bidang kimia, papar Prof Dr M Taha Jasser, ikatan eter (-0-) merupakan bahan dasar yang digunakan untuk anestesi (diethyl, eter, methoxyflurane, enflurane, fluroxene, forane). Lagi-lagi peradaban Barat juga mengklaim sebagai penemu zat yang menjadi bahan utama untuk anestesi. Adalah Velerius Cordus yang mengaku sebagai penemu ikatan eter. Namun, Amstrong Davidson meragukan klaim Cordus itu.

"Saya tak yakin bahwa Cordus yang meninggal di 1544 pantas disebut sebagai penemuan ikatan eter,'' papar Davidson. Keraguan Davidson ternyata benar. Faktanya, beberapa abad sebelum Cordus menemukan eter, dokter Muslim di era kejayaan Islam telah berhasil menemukannya. Menurut Prof Taha, penemu eter radikal (-0-) itu adalah Al-Kindi.

Ilmuwan Muslim itu berhasil melakukan penyaringan alkohol. Bahkan, sebenarnya nama alkohol pun berasal dari bahasa Arab, yakni 'Al-goul' yang berarti sesuatu yang berada di bawah sadar. Alkisah, pada zaman keemasan Islam di Kudus Turan beredar 'anggur surga' yang bebas al-goul. Orang-orang meminumnya tak mabuk. "Kata alkohol adalah bentuk jamak dari Al-kuhl,'' ungkap MY Hashimi (1968).

Selain itu, terdapat bukti bahwa Sulfuric Acid telah ditemukan oleh al-Razi. Senyawa ini digunakan untuk menyuling alkohol. Mengingat bahwa diethyl eter dapat dihasilkan oleh ekstraksi air dari alkohol (2C2H5OH + H2S04 ------- C2H5 + H2O-O-C2H5 + H2 SO4), terdapat kemungkinan bahwa umat Islam telah lama menguasai pembuatan bahan yang digunakan untuk anestesi

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement