Ahad 04 Dec 2022 10:50 WIB

Wapres Maruf Tanggapi Ancaman Gelombang PHK Industri Padat Karya pada 2023

Pemerintah menyiapkan berbagai program padat karya untuk menyerap tenaga kerja.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nidia Zuraya
Wakil Presiden, Maruf Amin (kanan)
Foto: Satwapres
Wakil Presiden, Maruf Amin (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin menyampaikan upaya pemerintah untuk mengatasi ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) industri padat karya pada 2023 mendatang. Berkurangnya permintaan ekspor seperti industri tekstil karena resesi akan berakibat pada turunnya jumlah produksi dan ancaman PHK terhadap tenaga kerja.

Maruf mengatakan, pemerintah saat ini menyiapkan berbagai program padat karya untuk menyerap tenaga kerja. "Pertama memang pemerintah meningkatkan padat karya ya, dari berbagai proyek-proyek kita," kata Maruf dalam keterangannya, Sabtu (3/12/2022).

Baca Juga

Langkah lainnya, Pemerintah juga mendorong tumbuhnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di setiap daerah. Sehingga, pekerja yang terdampak PHK didorong untuk mulai berwirausaha.

Karena itu, Ma'ruf meminta kementerian terkait yakni Kementerian Ketenagakerjaan maupun Kementerian Koperasi UMKM untuk meningkatkan program pelatihan-pelatihan.

Tak hanya itu, Pemerintah juga akan mendorong belanja lokal untuk produk UMKM. "Kemudian juga akses lahan, kita mendorong pertumbuhan ekonomi yang banyak seperti UMKM melakukan berbagai pelatihan untuk menumbuhkan usaha-usaha lokal, dan berbagai pelatihan-pelatihan yang lain yang diadakan," ujar Ma'ruf.

Selain itu, Ma'ruf mengatakan, Pemerintah telah menyiapkan dana desa untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat. Langkah ini untuk mencegah potensi munculnya kemiskinan baru akibat PHK.

“Kemudian juga dana desa sekian persen, 40 persennya juga dalam rangka padat karya di bawah sekaligus juga mengantisipasi ketahanan pangan itu disalurkan untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan ekstrem," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, berdasarkan laporan sejumlah asosiasi, beberapa perusahaan tekstil sedang mengalami kinerja yang melambat.

Beberapa perusahaan sudah ada yang memangkas jam kerjanya menjadi 3-4 hari dan banyak tenaga kerja yang juga terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini karena sektor ekspor mulai menurun tajam, sementara pasar domestik masih dikuasai oleh barang impor.

"PHK sudah mendekati 500 ribu dan jika tidak segera ada pengendalian, PHK bisa mencapai 1,5 juta, ini harus ada antisipasi dan penanganan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement