Ahad 13 Nov 2022 11:05 WIB

Kapan dan Bagaimana Matahari akan Mati? Temuan Terkini Ilmuwan Ini Menjawabnya

Matahari akan menghadapi kematian sebagaimana tata surya lainnya

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nashih Nashrullah
Matahari Terbenam (ilustrasi). Matahari akan menghadapi kematian sebagaimana tata surya lainnya
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Matahari Terbenam (ilustrasi). Matahari akan menghadapi kematian sebagaimana tata surya lainnya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Bagaimana Matahari kita akan terlihat setelah mati? Para ilmuwan telah membuat prediksi tentang seperti apa hari-hari terakhir tata surya kita, dan kapan itu akan terjadi.

Sebelumnya, para astronom mengira Matahari akan berubah menjadi nebula planet- gelembung gas dan debu kosmik yang bercahaya- sampai bukti menunjukkan bahwa itu harus sedikit lebih masif.

Baca Juga

Sebuah tim astronom internasional membaliknya lagi pada 2018 dan menemukan bahwa nebula planet memang merupakan mayat matahari yang paling mungkin.

Matahari berusia sekitar 4,6 miliar tahun- diukur dengan usia benda-benda lain di tata surya yang terbentuk sekitar waktu yang sama.

Berdasarkan pengamatan terhadap bintang-bintang lain, para astronom memperkirakan ia akan mencapai akhir hidupnya sekitar 10 miliar tahun lagi.

Dilansir dari Sciencealert, Ahad (13/11/2022), ada hal-hal lain yang akan terjadi di sepanjang jalan, tentu saja. Dalam waktu sekitar lima miliar tahun, 

Matahari akan berubah menjadi raksasa merah. Inti bintang akan menyusut, tetapi lapisan terluarnya akan meluas ke orbit Mars, menelan planet kita dalam prosesnya. Bahkan jika itu masih ada.

Satu hal yang pasti: pada saat itu, kita tidak akan ada lagi. Faktanya, umat manusia hanya memiliki sekitar satu miliar tahun tersisa kecuali kita menemukan jalan keluar dari permasalahan ini. Itu karena kecerahan Matahari meningkat sekitar 10 persen setiap miliar tahun.

Kedengarannya tidak banyak, tetapi peningkatan kecerahan itu akan mengakhiri kehidupan di Bumi. Lautan kita akan menguap, dan permukaannya akan menjadi terlalu panas untuk terbentuknya air.

Itu yang terjadi setelah raksasa merah yang terbukti sulit dijabarkan. Beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa, untuk membentuk nebula planet yang terang, bintang awal harus berukuran dua kali lebih besar dari Matahari.

Baca juga: Mualaf David Iwanto, Masuk Islam Berkat Ceramah-Ceramah Zakir Naik tentang Agama 

Namun, studi 2018 menggunakan pemodelan komputer untuk menentukan bahwa, seperti 90 persen bintang lainnya, matahari kita kemungkinan besar menyusut dari raksasa merah menjadi kerdil putih dan kemudian berakhir sebagai nebula planet.

“Ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu, yang dikenal sebagai selubungnya, ke luar angkasa. Selubung tersebut bisa mencapai setengah massa bintang. Ini mengungkapkan inti bintang, yang pada titik ini dalam kehidupan bintang sedang berjalan kehabisan bahan bakar, akhirnya mati dan sebelumnya akhirnya mati,” jelas ahli astrofisika Albert Zijlstra dari University of Manchester di Inggris Raya (UK), salah satu penulis makalah tersebut.

“Salah itulah inti panas membuat selubung yang dikeluarkan bersinar terang selama sekitar 10 ribu tahun, periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat nebula planet terlihat. Beberapa sangat terang sehingga dapat dilihat dari jarak yang sangat jauh berukuran puluhan jutaan tahun cahaya, di mana bintang itu sendiri terlalu redup untuk dilihat.”

Model data yang dibuat tim benar-benar memprediksi siklus hidup berbagai jenis bintang, untuk mengetahui kecerahan nebula planet yang terkait dengan massa bintang yang berbeda. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement