Kamis 10 Nov 2022 06:17 WIB

Soal Etilen Glikol Hingga Puluhan Persen, IAI akan Koordinasi dengan BPOM

IAI ingin mengetahui titik krusialnya sehingga ada penggunaan melebihi batas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Bahan kimia di perusahaan farmasi. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan berkoordinasi dengan BPOM terkait temuan bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Bahan kimia di perusahaan farmasi. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan berkoordinasi dengan BPOM terkait temuan bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam mengatakan IAI akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait temuan bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen. Sesuai aturannya, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

"Bahan baku yang tidak sesuai dengan persyaratan, kami tentu akan meminta informasi lebih lanjut kepada BPOM, artinya kan yang melakukan verifikasi penyelidikan BPOM, titik krusialnya di mana kok bisa menggunakan bahan baku (mengandung cemaran) seperti itu," ujar Noffendri saat media briefing 'Update Kasus Gangguan ginjal Akut Progresif Atipikal atau GgGAPA' secara daring, Rabu (9/11/2022).

Baca Juga

Noffendri menegaskan, tugas apoteker adalah menjaga kualitas keamanan serta khasiat obat. Karena itu, dia menilai penyelidikan lebih lanjut temuan cemaran dalam bahan baku untuk pelarut obat sirup tersebut.

Ia mengatakan, IAI sudah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan BPOM. "Kita liat titik krusialnya di mana, apakah di proses pemilihan atau quality control, kami tentu akan, kami sudah mengajukan permohonan bertemu BPOM untuk mengetahui titik krusialnya di mana," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua IAI Prof Keri Lestari mengatakan, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen. Karena itu, Keri menyebut temuan cemaran EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol dengan kadar yang besar itu sangat berbahaya sekali.

"Itu kalau sampai 50-90 persen, saya amazing banget, itu bukan lagi cemaran, tetapi itu barang kali ada replacement ya, sangat tinggi sekali," ujar Keri.

Dia menjelaskan, cemaran itu biasanya besarannya kecil, yakni tidak boleh tinggi dari ambang batas aman 0,1 persen. Namun, kata dia, jika sudah sampai puluhan persen itu sudah lewat dari kategori cemaran dan sangat berbahaya.

"Apalagi kalau sampai puluhan persen seperti itu, pantas kalau anak kecil itu minum itu terjadi masalah," ujar Keri.

Karena itu, IAI mempersoalkan temuan kadar EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol yang sangat besar. Dia mendorong penyelidikan ada kadar EG dan DEG yang sangat besar di industri farmasi. 

"Kenapa ada DEG dan EG sebesar ini di sediaan farmasi berarti ada permasalahan dari bahan baku. itu yang kita lihat, karena memang seharusnya sudah terdeteksi sejak bahan baku pula, itu seharusnya tidak digunakan dalam kondisi bahan baku dengan DEG dan EG sebesar itu," ujar Keri.

Keri mengatakan, penyelidikan internal IAI dengan rekan apoteker di industri farmasi juga menegaskan pada IAI jika apoteker telah mematuhi regulasi pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka juga menyatakan bahan baku yang dibeli aman untuk farmasi dan tertulis aman untuk farmasi.

"Karena rekan sejawat apoteker yang di lapangan (menyatakan) mereka comply terhadap CPOB di Indonesia mereferensi pada internasional, jadi sisi regulasi SOP sangat terjaga, sehingga kalau ada terjadi seperti ini kalau memang itu awalnya dari bahan baku," ujar Keri.

Selain itu, Keri menyebut ada beberapa industri farmasi yang menuntut pabrik pemasok (supplier) bahan baku ke industri farmasi tidak sesuai isinya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement