Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hadiana

Pengaruh Hubungan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran

Bisnis | Sunday, 24 Jul 2022, 22:53 WIB

Inflasi umumnya cenderung membuat harga barang dan jasa naik. Ketika inflasi naik, harga komoditas domestik naik. Kenaikan harga barang sebanding dengan penurunan nilai mata uang. Oleh karena itu, inflasi secara umum dapat diartikan sebagai penurunan mata uang relatif terhadap nilai suatu komoditas atau jasa. Salah satu masalah ekonomi yang berhubungan dengan inflasi adalah pengangguran. Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua hari dalam seminggu, atau sedang berusaha mencari pekerjaan yang sesuai. Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah pekerja atau pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran sering menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas masyarakat dan pendapatan menurun, yang dapat menyebabkan kemiskinan dan masalah sosial lainnya.

Data Badan Pusat Statistik menunjukan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari tahun 2022 sebesar 5,83%. Sedangkan Tingkat inflasi pada bulan Juni tahun 2022 sebesar 4,35%, pada bulan Mei tahun 2022 tingkat inflasinya sebesar 3,55%. Dari bulan Mei menuju bulan Juni tingkat inflasi mengalami kenaikan sebesar 0,8%. Kenaikan tersebut disebabkan oleh naiknya harga pangan. Menurut Kementrian Keuangan, tingkat inflasi pada Juni 2022 merupakan tingkat inflasi tertinggi dalam lima tahun terakhir ini.

Bila menggunakan inflasi upah atau tingkat perubahan upah sebagai pengganti inflasi ekonomi. Ketika tingkat pengangguran meningkat, jumlah pencari kerja dapat secara signifikan melebihi jumlah pekerjaan yang tersedia. Dengan kata lain, ketersediaan tenaga kerja lebih besar daripada jumlah lapangan kerja yang tersedia. Semakin banyak pekerjaan yang ada, semakin sedikit pekerja yang membutuhkannya, dan para pengusaha membayar mereka dengan upah yang jauh lebih tinggi. Namun, ketika tingkat pengangguran naik, upah cenderung rendah, dan inflasi upah (atau kenaikan upah) hampir tidak ada. Ketika tingkat pengangguran rendah, permintaan tenaga kerja (dari pengusaha) tumbuh melampaui apa yang tersedia. Dalam pasar tenaga kerja yang biasanya sangat sulit, pengusaha biasanya harus membayar upah yang lebih tinggi untuk mempekerjakan karyawan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan peningkatan inflasi upah.

Ketika terjadinya tingkat inflasi yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang panjang, akan menimbulkan dampak yang buruk terhadap perekonomian, dan tingginya tingkat inflasi dapat menyebabkan harga barang domestik cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga barang impor. Apabila terjadi inflasi di dalam negeri, berarti harga produk dalam negeri lebih mahal dibandingkan harga barang dari luar negeri, maka hal tersebut akan menyebabkan produk domestik kalah bersaing dengan produk-produk impor. Orang-orang lebih menginginkan untuk membeli barang impor yang cenderung lebih murah. Harga barang yang mahal mengakibatkan turunnya daya saing produk domestik di pasar internasional. Kurang bersaingnya harga komoditas domestik menyebabkan rendahnya permintaan produksi barang dalam negeri, oleh karena itu kegiatan domestik menjadi berkurang. Kemudian para pengusaha dan perusahaan mengurangi total produksi. Pada akhirnya produksi berkurang, selanjutnya akan menyebabkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan mereka.

A.W. Phillips adalah salah satu ekonom pertama yang memberikan bukti kuat untuk hubungan terbalik antara pengangguran dan inflasi. A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari pengamatannya terlihat bahwa ada hubungan yang erat antara inflasi dan tingkat pengangguran, jika inflasi tinggi maka tingkat pengangguran akan rendah. Pengamatan Phillips disebut kurva Phillips. A.W. Phillips menjelaskan hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran dengan asumsi bahwa inflasi mencerminkan peningkatan sejumlah permintaan. Dengan peningkatan sejumlah permintaan, menurut teori permintaan, permintaan akan meningkat dan kemudian harga juga akan meningkat. Dengan inflasi harga yang tinggi, untuk memenuhi permintaan ini, produsen meningkatkan kapasitas produksi dengan menambah lebih banyak pekerja. Tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output. Ketika permintaan tenaga kerja meningkat dan kemudian harga naik, tingkat pengangguran turun. Menurut Dernburg dan Karyaman Muchtar, inflasi dapat berhubungan langsung dengan jumlah pengangguran yang terjadi. Hal ini dapat dilihat pada hubungan antara tingkat inflasi upah dan tingkat pengangguran yang diwakili oleh kurva Phillips. Awalnya, kurva Phillips memberikan gambaran kasar tentang sebab-akibat proses inflasi. Pengangguran yang rendah dianggap berkaitan dengan pasar tenaga kerja yang ketat, tingkat pendapatan yang tinggi dan permintaan konsumen. Kurva Phillips juga memberikan gambaran tentang trade off antara pengangguran dan inflasi, jika tingkat inflasi yang diinginkan rendah, pengangguran akan sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, tingkat pengangguran akan relatif rendah.

Inflasi dan pengangguran merupakan masalah jangka pendek dalam perekonomian, namun memiliki efek jangka panjang yang penting. Inflasi sendiri diartikan sebagai meningkatnya harga secara umum dan terus menerus. Maka dari itu hal ini menunjukan adanya hubungan kurva Phillips dengan inflasi dan tingkat pengangguran. Kurva Phillips mewakili hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Ketika tingkat pengangguran tinggi, upah meningkat perlahan. Ketika pengangguran rendah, upah naik dengan cepat hal ini terjadi karena adanya hubungan terbalik yang konsisten.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image