Senin 27 May 2019 14:00 WIB

Lailatul Qadar dan Muhasabah

Berbagai masalah yang menimpa negeri harusnya mendorong kita untuk bermuhasabah

Jamaah membaca kitab suci saat shalat Tarawih di Masjid Raya Habiburahman di Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/6) dini hari. Selama sepuluh hari terakhir Ramadan, umat muslim menetap dan bermalam dengan tenda di masjid untuk berjumpa dengan malam Lailatul Qadar.
Foto: M Agung Rajasa/Antara
Jamaah membaca kitab suci saat shalat Tarawih di Masjid Raya Habiburahman di Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/6) dini hari. Selama sepuluh hari terakhir Ramadan, umat muslim menetap dan bermalam dengan tenda di masjid untuk berjumpa dengan malam Lailatul Qadar.

Malam Lailatul Qadar adalah malam yang di tunggu-tunggu oleh kaum muslimin di bulan Ramadhan ini. Karena keutamaan malam Lailatul Qadar adalah lebih baik dari seribu bulan.

Rasulullah SAW bersabda " Siapa saja yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan pengharapan pada Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR. Bukhari & Muslim)

Baca Juga

Karenanya di bulan istimewa dan malam penuh kemuliaan ini kaum muslimin yang antusias benar-benar tak mau ketinggalan, mereka menyambutnya dengan banyak beramal saleh dan banyak-banyak bermuhasabah diri. 10 malam terakhir itu berarti Ramadhan tahun ini juga akan segera berakhir, memaksimalkan ketaatan menjadi target tersendiri yang dicapai oleh kaum muslimin.

Apalagi suasana di negeri ini yang sedang tak baik pasca pengumuman hasil perhitungan suara pemilu 2019 oleh KPU. Berbagai konflik tak bisa terelakkan, masyarakat menuntut keadilan untuk negri ini.

Muhasabah tak hanya dilakukan oleh masyarakat sebagai individu, tapi seharusnya muhasabah adalah tugas bersama. Seperti yang kita lihat selama ini di berbagai berita, berbagai kasus menyangkut korupsi, suap, belum lagi pertarungan antar kubu yang memanas hingga ada yang berakhir di jalur hukum.

Dan lagi berbagai kasus menyangkut warga masyarakat seperti pembunuhan, kekerasan seksual, dan berbagai tindak kejahatan lainnya. Bukankah hal ini lebih dari cukup untuk menyadarkan kita hingga mau bermuhasabah diri?

Pemerintahan yang akhir-akhir ini kita tidak tahu akan berjalan kearah mana, warga masyarakat yang tak mau taat bahkan melakukan segala macam bentuk tindak asusila dan kejahatan.

Mungkin kekacauan itu tidak menyeluruh tetapi banyak terjadi.Ini karena hukum-hukum dan aturan Allah sudah ditinggalkan dalam segala ranah kehidupan. Di malam-malam kemuliaan ini lah seharusnya perbanyak intropeksi, taubat, dan beramal saleh.

Adakah yang salah dari negri ini? Adakah sesuatu yang tidak di ridhoi oleh-Nya?. Inilah momentum tiap individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan ketakwaan, bersama mewujudkan Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yaitu keadaan negeri yang menjadi dambaan dan impian seluruh manusia. Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur. Dan dengan sistem pemerintahan Islam yag di ridhoi-Nya lah semua itu akan terwujud. Insyaa Allah.

Wallahu 'alam bish shawab

Pengirim: Yuli Saputri, Muslimah Wonogiri

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement