Selasa 14 May 2019 15:02 WIB

Puasa Ramadhan dan Autopaghy

Berpuasa kala Ramadhan bisa memberikan sinyal tubuh untuk aktifkan sistem autophagy

Sejumlah anggota komunitas Punkajian membagikan makanan berbuka puasa untuk masyarakat di Bekasi, Jawa Barat, Ahad (12/5).
Foto: Abdan Syakura
Sejumlah anggota komunitas Punkajian membagikan makanan berbuka puasa untuk masyarakat di Bekasi, Jawa Barat, Ahad (12/5).

Menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim yang telah baligh dan memenuhi syarat, baik syarat sah ataupun syarat wajib berpuasa. Allah SWT memerintahkan sesuatu kepada hambanya bukan tanpa alasan. Setiap yang diperintahkan pasti mengandung hikmah dan ada manfaatnya. Begitu pula kewajiban berpuasa di bulan ramadhan pasti ada banyak  hikmah serta manfaatnya. 

Dari sekian banyak hikmah dan manfaat berpuasa, Dr. Zaidul Akbar seorang pakar kesehatan yang telah menulis buku "Jurus Sehat Ala Rasulullah" memaparkan salah satu manfaat puasa bagi kesehatan tubuh manusia. Tanggal 1 Mei lalu dalam sebuah kajian di Masjid Al-Latif Bandung beliau memaparkan manfaat puasa sebagai aktifasi proses autopaghy bagi tubuh. 

Apakah Autopaghy itu?

Seperti mobil yang dipakai terus menerus, tubuh kita juga lama-lama akan 'rusak', jika  tidak 'dibetulkan' dengan benar. Sel-sel  tubuh akan semakin hancur dan berdampak buruk bagi tubuh. Mitokondria yang rusak dapat meningkatkan produksi jenis oksigen reaktif yang bisa memperluas kerusakan hingga ke sel di sekitarnya. Akibatnya, terjadi penuaan dini dan penyakit kronis lainnya akan mudah hinggap dalam tubuh. 

Meski demikian, tubuh kita sebenarnya  sudah memiliki sistem pembersih alami yang bekerja 24 jam sehari pada setiap level sel. Autophagy adalah proses pemeliharaan di dalam tubuh yang digunakan untuk mengidentifikasi dan membuang bagian sel yang rusak. Kurangnya autophagy disebut-sebut sebagai penyebab penumpukan sel rusak dan penuaan dini. 

Ternyata, manusia yang makan sesuka hati, tubuh akan kesulitan untuk mengaktifkan autophagy. Semakin banyak waktu dihabiskan untuk makan, semakin sedikit waktu yang ada untuk mengaktifkan proses autophagy di dalam tubuh. 

Nah, kabar baiknya ialah berpuasa dapat memberikan sinyal pada tubuh untuk menyalakan sistem autophagy, sementara makan justru menonaktifkan proses tersebut. Menurut riset, asupan glukosa atau asam amino meskipun sedikit (misalnya 10 gram) dapat menghambat autophagy karena asam amino bersama insulin adalah regulator negatif utama dari autophagy.

Saat ini, autophagy sedang dilirik untuk terapi kanker, pengobatan penyakit hati akibat alkohol, serta sebagai mekanisme pertahanan krusial terhadap penyakit ganas, infeksi, dan neurodegeneratif. Riset juga menunjukkan bahwa autopaghy dapat membantu tubuh melawan bakteri dan virus. 

Agar proses autopaghy tubuh berhasil, saat sahur dan berbuka puasa kita harus  makan secukupnya, tidak perlu berlebihan. Perhatikan pula asupan nutrisi saat sahur dan berbuka. Dr Zaidul Akbar menyarankan kita untuk memakan makanan 'produk Allah' (realfood) seperti sayur, buah, rempah yang banyak mengandung enzim, asam amino, mineral, vitamin, dan sebagainya, sebagai bahan baku untuk proses autopaghy tersebut.

Jangan sampai kita sudah mengaktifkan proses autopaghy dengan berpuasa tapi setelah berbuka kita malah makan gorengan, kerupuk, bakso, yang justru akan mempersulit proses autopaghy tubuh. "Kalau ibarat mobil yang seharusnya diisi bahan bakar pertamax, ini malah diisi minyak tanah, ya cepet rusaklah ya mobilnya," kata Dr. Zaidul Akbar dalam ceramahnya.

So, sehat adalah kewajiban, bukan sebuah lifestyle. Bukankah setiap diri akan dihisab atas apa yang kita lakukan, termasuk sudah melakukan apa untuk merawat tubuh pemberianNya. Semoga di Ramadhan tahun ini kita dapat menuai banyak hikmah dan manfaat dalam menjalankan berbagai rangkaian ibadah didalamnya. Termasuk mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar dengan berpuasa.

"Hunger is the first element of self dicipline, If you can control what you eat and drink, you can control everything else" ( Dr Zaidul Akbar)

Pengirim: Widya Fauzi, Pengajar, Founder Komunitas Muslimah Menjahit dan Bandung Storytelling Club

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement