Jumat 16 Mar 2012 09:34 WIB

BLT Rp 300 Ribu Perbulan Habis untuk Biaya Hidup Satu Hari

Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa penolakan kenaikan BBM dengan cara menyegel sebuah SPBU.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa penolakan kenaikan BBM dengan cara menyegel sebuah SPBU.

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Anggota Komisi A DPRD Mimika-Papua, Athanasius Allo Rafra, menegaskan masyarakat kawasan timur Indonesia yang paling dirugikan jika bahan bakar minyak premium bersubsidi naik dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.000/liter mulai 1 April. Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dipastikan tidak akan bisa membantu warga menghadapi kenaikan biaya hidup seiring kenaikan harga BBM.

Allo Rafra mengatakan saat ini harga berbagai barang kebutuhan pokok masyarakat di Papua sangat mahal. Harganya beberapa kali lipat dibanding harga daerah lain di Indonesia.

Lebih ironis lagi, katanya, seluruh suplai kebutuhan pokok masyarakat di Papua seperti beras, daging, telur, terigu, minyak goreng dan lain-lain didatangkan dari luar daerah terutama dari Jawa dan Makassar. Jika BBM bersubsidi naik menjadi Rp 6.000/liter, maka hal tersebut akan semakin meningkat jumlah masyarakat miskin yang benar-benar sudah tidak berdaya lagi menghadapi tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupan mereka.

"Kami di Papua terutama di Timika tahun ini saja sudah beberapa kali mengalami kenaikan harga karena sebelumnya gaji karyawan Freeport sudah naik 40 persen yang diikuti dengan kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok,'' katanya. ''Apalagi jika dalam waktu dekat ini, harga BBM naik lagi. Pemerintah pusat harus lihat kondisi kami di Indonesia timur terutama Papua."

Allo Rafra menyebutkan pemberian dana bantuan langsung tunai (BLT) tidak menyelesaikan masalah untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat. BLT sebesar Rp 300 ribu per kepala keluarga per bulan beberapa tahun lalu diberikan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi

"Apalah artinya BLT yang hanya Rp 300.000 per bulan itu. Untuk di Papua, uang Rp 300.000 itu habis untuk biaya hidup satu hari. Jadi, jangan pakai ukuran di Jawa untuk mengukur tingkat kemampuan ekonomi masyarakat di Papua," tutur Allo Rafra.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement