Kamis 24 Nov 2011 08:02 WIB

TNI/Polri Diminta Ditarik dari Papua, DPR Malah Bertanya-tanya

REPUBLIKA.CO.ID, PACITAN - Anggota Komisi II DPR RI Agun Ginanjar Sudarsa mempertanyakan wacana atau desakan penarikan mundur seluruh pasukan TNI/Polri dari Provinsi Papua, karena hal itu dinilai tidak relevan dan cenderung tendensius.

"Kami dengan suara lantang mempertanyakan, apakah itu (desakan mundur) benar-benar suara rakyat Papua," katanya setelah menggelar dialog kepemudaan di Kabupaten Pacitan, Rabu (23/11) malam.

Ia justru mencurigai kemunculan desakan penarikan TNI/Polri dari tanah Papua sebagai kampanye negatif yang dilakukan sekelompok orang dengan kepentingan tertentu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan RI.

Bahkan, Agun tak segan menuding bahwa semua gerakan pendiskreditan tersebut sebagai bagian dari upaya kekuatan global yang memiliki motif penguasaan sektor-sektor ekonomi, khususnya sumber daya alam di tanah Papua yang dikenal melimpah.

"Mereka mengincar bumi Cendrawasih untuk dikuasai. Ingat, kekuatan-kekuatan asing tersebut punya ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam di tanah Papua," ujarnya.

Agun menjelaskan, banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan dengan Papua membuat proses penyelesaian permasalahan di wilayah tersebut cenderung berlarut-larut.

Salah satu pihak yang dinilainya berkepentingan dan membuat memperkeruh suasana keamanan di Provinsi Papua Barat adalah gerakan kelompok atau lembaga yang mengatasnamakan pejuang hak asasi manusia (HAM).

Menurut dia, gerakan yang dilakukan kelompok pejuang HAM tersebut sangat tendensius dan sepihak, karena selalu menyalahkan pemerintah dan TNI/Polri tanpa mengungkap fakta secara komprehensif dan holistik (utuh).

"Lalu, ada apa dengan pejuang-pejuang HAM di Jakarta. Mereka ini terus-terusan menyalahkan TNI/Polri. Apa benar rakyat Papua ingin merdeka," kritik dia.

Agun yang juga anggota Forum Konstitusi ini menegaskan, permasalahan Papua sudah diselesaikan sejak dulu, yakni melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang sudah disahkan dalam Resolusi PBB.

"Kasus Papua ini berbeda dengan masalah lepasnya Timor Timur (sebelum menjadi negara Timor Leste). Saat itu pemerintah Indonesia mengakui hasil referendum dan tidak pernah berupaya mencampuri urusan negara baru itu," tandasnya.

Oleh karena itu, kesalahan oknum TNI/Polri hendaknya disikapi secara hukum, sedangkan penarikan pasukan adalah hal yang berbeda dan tidak bisa disimpulkan dari hal yang bersifat kasuistik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement