Selasa 22 Nov 2011 19:50 WIB

Pascaerupsi Merapi, 1.840 Hektar Hutan Masih Rusak dan Butuh Dipulihkan

Sejumlah warga membersihkan sisa timbunan material vulkanik yang mengendap di jalanan dan selokan kawasan lereng Merapi.
Foto: Antara/Anis Efizudin
Sejumlah warga membersihkan sisa timbunan material vulkanik yang mengendap di jalanan dan selokan kawasan lereng Merapi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Erupsi Gunung Merapi 2010 mengakibatkan kerusakan masif. Kawasan lereng Merapi telah kehilangan kawasan hutan seluas 840 hektare hutan rakyat dan 1.000 hektare kawasan Taman Nasional Gunung Merapi mengalami kerusakan.

"Kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas lingkungan di Kabupaten Sleman pada khususnya dan DIY pada umumnya, terlebih Kabupaten Sleman merupakan hulu wilayah DIY yang menjadi tumpuan sumber air bersih masyarakat," kata Bupati Sleman Sri Purnomo, Selasa.

Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Sleman memiliki kebijakan untuk setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan menanam 10 pohon.

"Regulasi ini diterapkan bagi siapa saja yang menebang pohon di area publik. Bahkan dalam penataan perumahan sesuai dengan Perbub Nomor 18 tahun 2005 yang telah diperbarui dengan Perbup Nomor 12 tahun 2006, yang intinya bahwa setiap pembangunan rumah dan juga kawasan perumahan harus memiliki fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang di dalamnya termasuk ruang terbuka," katanya.

Ia mengatakan, untuk perumahan dengan 50 kapling memiliki fasum dan fasos sebesar 30 persen, untuk perumahan dengan kapling sebanyak 50 hingga 200 kapling, harus memiliki fasum dan fasos sebesar 35 persen.

"Ruang terbuka ini luasannya minimal seluas kapling minimal di perumahan tersebut. Ini dimaksudkan agar setiap keluarga ikut bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan," katanya.

Sri Purnomo mengatakan, upaya untuk meningkatkan penanaman pohon, Pemkab Sleman senantiasa memberikan motivasi dan fasilitasi kepada masyarakat, baik melalui sosialisasi pengelolaan lingkungan maupun pemberian dana stimulan.

"Pada 2011 dari APBD Sleman telah memberikan bantuan sebanyak 55.275 batang bibit. Kami menyadari jumlah tersebut masih jauh dari cukup untuk mengembalikan kondisi lingkungan pascaerupsi Merapi," katanya.

Ia mengatakan, Pemkab Sleman masih sangat memerlukan bibit-bibit pohon yang siap tanam untuk menghijaukan kawasan lereng Merapi terutama untuk lahan-lahan yang sudah siap tanam.

"Kpedulian masyarakat pascaerupsi Merapi sebenarnya cukup tinggi untuk mengembalikan kehijauan lereng merapi. Begitu kawasan bencana erupsi Merapi dapat dikunjungi masyarakat pada akhir 2010, banyak masyarakat yang berkunjung dengan membawa bibit dan bahkan langsung melakukan penanaman tanpa memahami kondisi lahan yang akan ditanami, akibatnya tidak sedikit tanaman yang gagal hidup," katanya.

Ia mengharapkan masyarakat ataupun institusi jika melakukan gerakan penghijaun ataupun penanaman di lereng Merapi untuk selalu berkoordinasi dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman khususnya bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura.

"Selain agar pohon yang ditanam memiliki kesesuaian dengan kondisi lahan, juga agar penanaman dilakukan pada lahan yang benar-benar bisa ditanami. Terlebih lagi, belum semua lahan di wilayah lereng Merapi pascaerupsi ini siap ditanami dengan pohon-pohon," katanya.

Agar penanaman pohon di kawasan lereng Merapi ini dapat tumbuh secara optimal, Pemkab Sleman mengharapkan setiap kelompok masyarakat maupun institusi yang melakukan penghijauan tidak hanya sekadar melakukan penanaman, tetapi harus melakukan pendampingan hingga pohon-pohon yang ditanam siap hidup mandiri.

"Dalam menghijaukan kembali kawasan lereng Merapi, kami mengharapkan juga sekaligus dapat melakukan kembali penataan potensi perekonomian masyarakat. Wilayah cangkringan sebagai daerah wisata, diharapkan penanaman pohon juga diorientasikan untuk mendukung potensi tersebut," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement