Senin 07 Nov 2011 01:00 WIB

Kisah Sunyoto dan Mujirah, Menikah di Tengah Ancaman Banjir Lahar Dingin

Lahar dingin Merapi lumpuhkan jalur Magelang-Yogyakarta
Foto: INTERNASIONAL BUSINESS TIMES
Lahar dingin Merapi lumpuhkan jalur Magelang-Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Material banjir lahar dingin Gunung Merapi musim hujan tahun lalu terlihat berserakan dan menggunung di sekitar Dusun Glagah, Desa Sirahan, Kabupaten Magelang.

Sejumlah rumah rusak tertimbun material . Sebagian besar rumah di pinggir Sungai Putih tersebut kini ditinggal penghuninya yang memilih tinggal di sejumlah hunian sementara (huntara).

Dusun Glagah benar-benar terisolasi jika banjir lahar dingin datang. Dari 49 keluarga di Dusun Glagah, kini tinggal 15 keluarga yang tetap tinggal di sana. Itupun karena rumahnya masih utuh.

Salah satu keluarga yang masih tinggal di Dusun Glagah adalah keluarga Ny. Sumirah yang Ahad pagi usai Shalat Idhul Adha 1432 Hijriah melangsungkan pernikahan anaknya Mujirah (40) yang dipersunting Sunyoto (33) warga Kantil, Desa Teresan Geda, Kecamatan Salam di sebelah timur aliran Sungai Putih.

Upacara pernikahan yang berlangsung di serambi Mushala Baitul Mustaqim sederhana. Pernikahan dihadiri sejumlah kerabat dan tetangga yang tinggal di huntara. Tanpa sambutan dari perangkat desa atau pihak mempelai perempuan maupun mempelai laki-laki seperti dalam perkawinan adat Jawa.

Dalam pernikahan tersebut juga tidak terlihat kursi berjajar untuk para tamu. Undangan ikut duduk di serambi mushala dan beberapa lainnya duduk di teras rumah di samping mushala.

Mempelai perempuan dengan mengenakan kebaya warna cokelat dipadu dengan kain batik warna cokelat tua serta kerudung kuning dihiasi bunga melati. Sementara mempelai pria  mengenakan jas cokelat, peci hitam. Mereka duduk  di depan penghulu untuk melangsungkan ijab kabul.

Usai ijab kabul, wajah kedua mempelai tampak ceria. Meskipun langit di atasnya diselimuti mendung dan ancaman banjir lahar sewaktu-waktu bisa terjadi.

Setelah para tamu menikmati hidangan berupa kue serta makan nasi rames. Satu persatu meninggalkan tempat upacara pernikahan. Pasangan pengantin segera diboyong ke tempat mempelai laki-laki di seberang sungai yang berjarak sekitar lima kilometer.

"Terpaksa kami harus menyeberangi Sungai Putih, selain lebih dekat memang tidak ada jalan lain menuju kampung ini jika menggunakan kendaraan roda empat," kata mempelai laki-laki, Sunyoto.

Setelah berjalan sekitar 100 meter dari rumah mempelai perempuan, pengantin dan beberapa pendamping pengantin harus menaiki tanggul dan menyeberangi sungai dengan meniti potongan batang kelapa yang sedikit terendam air.

Pasangan pengantin itu terlihat mesra dengan bergandengan tangan, mereka terpaksa melepas sandal mereka saat menyeberangi sungai karena licin.

"Kami segera boyongan, selain Dusun Glagah merupakan kawasan rawan banjir lahar, di rumah orang tua saya juga melakukan syukuran dengan mengundang sanak keluarga," kata dia lagi.

Ia mengaku, upacara pernikahan baru dilaksanakan saat ini karena perkenalan dengan mempelai perempuan baru berjalan sekitar 1,5 bulan lalu. "Pernikahan ini serba mendadak, tidak ada persiapan apa-apa, yang penting kami melaksanakan ijab kabul sesuai tuntunan agama agar perkawinan sah," kata pria yang sehari-hari berdagang ayam di Pasar Muntilan ini.

Sementara mempelai perempuan, Mujirah, bersyukur dapat menikah dengan lancar. Meskipun Dusun Glagah daerah rawan banjir lahar. "Kami sangat bergembira telah dapat melangsungkan ijab kabul meskipun dalam suasana ancaman banjir. Mudah-mudahan semua akan menjadi berkah bagi kami," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement