Selasa 20 Sep 2011 16:35 WIB

Proses Pencuri Motor di Bawah Umur, Polisi Dituduh Langgar Hak Anak

Rep: Faizal Reza/ Red: Johar Arif
Polisi menunjukkan tiga tersangka pelaku pencurian kendaraan bermotor di bawah umur.
Foto: Antara
Polisi menunjukkan tiga tersangka pelaku pencurian kendaraan bermotor di bawah umur.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Satuan reserse kriminal Polrestabes Kota Semarang dianggap telah melanggar hak-hak anak yang terkena masalah hukum. Hal ini terkait penangkapan 3 pelajar SMU di bawah umur yang disangka melakukan pencurian kendaraan bermotor.

Adalah AI (15 tahun), RYP (16), dan MR (16). Ketiga pelajar SMU ini menjadi tersangka kasus pencurian motor Yamaha Vega dengan nopol H2640 LA milik temannya bernama Vredo Juwanto.

Kuasa hukum ketiga tersangka, T. Denny Septiviant mengatakan, selama tahap penangkapan, penahanan, dan penyidikan, polisi telah melakukan tindakan yang melanggar hak-hak anak. "Klien saya diperlakukan layaknya orang dewasa, padahal mereka masih di bawah umur," ujarnya, Selasa (20/9).

Denny menjelaskan, tindakan polisi yang melanggar hak anak antara lain polisi mempublikasikan penangkapan kliennya di hadapan media massa pada Jumat, 16 September 2011. Kemudian selama penahanan, polisi masih mencampur kliennya dengan tahanan dewasa.

Selama dalam tahanan, diketahui bahwa AI menjadi korban pemukulan oleh tahanan dewasa sebanyak 2 kali di pipi kiri. Ia juga mendapat intimidasi dari para tahanan dewasa dengan kalimat 'Kowe petentang-petenteng. Cah anyar nantang po? Aku wes tau mateni!'.

Tahanan dewasa juga memeras mereka dengan meminta uang Rp 300 ribu untuk setiap anak. Alasannya untuk membayar kamar dan penjaga.

Selain itu, setiap mendapat kunjungan, masing-masing anak harus membayar Rp 15 ribu untuk penjaga, dan uang angin-angin dalam tahanan sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu.

Tindakan ini menurut Denny telah melanggar pasal 23 huruf d Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standard hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian negara RI.

Ketiga, polisi telah memeriksa kliennya pada malam hari dan tanpa didampingi penasihat hukum tanpa alasan yang jelas. Keempat, polisi tidak menyampaikan hak-haknya kepada kliennya, dan tidak mendapat petugas pendamping khusus untuk anak. Menurut Denny, tindakan polisi telah melanggat pasal 17 ayat 1 dan pasal 18 UU no 23 tentang Perlindungan Anak.

Lebih lanjut, Denny mengatakan orang tua kedua pihak telah bertemu untuk berdamai. Mereka juga sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Orang tua kliennya juga telah menjamin untuk dilakukan penangguhan penahanan. "Atas dasar itu, kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan," ujar Denny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement