Selasa 26 Sep 2017 13:23 WIB

Peredaran PCC Dipandang tak Berkaitan Penangkapan Apoteker

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Tim gabungan Mabes Polri dan Polres Banyumas, memeriksa alat yang digunakan untuk memproduksi pil PCC, saat penggerebekan pabrik pembuat pil PCC, di Kelurahan Pabuaran, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Selasa (19/9).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Tim gabungan Mabes Polri dan Polres Banyumas, memeriksa alat yang digunakan untuk memproduksi pil PCC, saat penggerebekan pabrik pembuat pil PCC, di Kelurahan Pabuaran, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Selasa (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkaitan dengan kejadian luar biasa PCC yang terbongkar di Kendari dan penahanan apoteker oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) merasa perlu mengambil sikap. Dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (26/9), PP IAI menyampaikan keprihatinan yang dalam atas terjadinya kejadian luar biasa PCC di Kendari, Sulawesi Tenggara.

PP IAI juga menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan profesionalisme Kepolisian RI yang telah menemukan dan membongkar produsen besar dan jaringan distribusi PCC di berbagai kota di Indonesia. Baik di Makasar, Bintan, Cimahi, Purwokerto, maupun di Surabaya. Apresiasi yang sama disampaikan kepada Polri atas terkuaknya kasus tramadol yang kemudian diikuti oleh penahanan  sejawat apoteker di Kendari.

Kendati begitu, Ketua PP IAI, Drs Nurul Falah Edi Pariang, Apt mengatakan bahwa KLB PCC di Kendari adalah hal yang berbeda dan tidak ada sangkut pautnya dengan penahanan sejawat apoteker di kota yang sama. "Penyalahgunaan tablet PCC (Paracetamol-Caffein-Carisoprodol) yang dilakukan oleh anak-anak dan mengakibatkan jatuhnya korban sebanyak 76 anak dan 1 diantaranya meninggal dunia, tidak ada kaitan dengan penahanan sejawat apoteker di Kendari. Mereka mendapatkan tablet tersebut dari lingkungan dan bukan dari apotek," jelasnya.

Nurul Falah berangkat ke Kendari pada Senin (17/9) dan langsung bertemu dengan sejumlah Pengurus Cabang IAI Kendari dan Pengurus Daerah IAI Sulawesi Tenggara. Keesokan harinya berkoordinasi dengan Kepala Balai POM Kendari dan juga bertemu dengan Direktur Narkoba Polres Kendari. Dari serangkaian pertemuan tersebut, ditemukan sejumlah fakta yang berbeda dari informasi yang diterima sebelumnya.

"Penahanan sejawat apoteker di Kendari, semata dengan tuduhan menjual tablet Tramadol tanpa resep dokter," tambahnya. Polres Kendari, telah cukup lama mencurigai apotek tersebut mengedarkan tramadol tanpa resep dokter. Tramadol merupakan obat keras daftar G yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter. Analgesik ini apabila dikonsumsi sesuai aturan maka tidak menimbulkan efek negatif bagi para pemakainya, namun penyalahgunaan dilakukan dengan meminum tramadol lebih dari dosis, yang kemudian menyebabkan ketergantungan dan menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.

Pada saat kejadian, polisi berpakaian preman menanyakan apakah apotek dimaksud menjual Somadril, yang dijawab tidak oleh petugas apotek. Polisi kemudian menanyakan apakah menyediakan Tramadol, yang dijawab ada namun harus dengan resep dokter. Polisi kemudian meminta untuk melihat tramadol yang dijual di apotek tersebut. Petugas apotek lalu menyerahkan tablet Tramadol dalam bungkus plastik berisi 10 kapsul.

Pada saat itu, begitu polisi menerima tramadol dalam bungkus plastik langsung melakukan penahanan, karena memang tramadol yang sudah dikemas ulang inilah yang dicari polisi, ungkap Nurul Falah. Tramadol tersebut adalah produksi Promed yang telah ditarik dari peredaran karena deviasi kandungan yang sangat tinggi, sehingga saat ini merupakan obat ilegal. Pengadaannya pun tidak melalui jalur resmi.

Oleh apotek, tramadol Promed ini kemudian dikemas ulang 10 kapsul dalam tiap plastik klip. Ketika diinterograsi Polisi, apoteker penanggungjawab apotek tersebut mengakui kesalahannya. Yang bersangkutan juga mengaku tidak mendapat tekanan dari PSA dan memiliki kewenangan besar dalam pengadaan barang.

Meskipun begitu, organisasi tidak akan membiarkan sejawat apoteker tersebut menghadapi kasus ini sendirian. PP IAI akan mengutus Faiq Bahwen, seorang pakar hukum kesehatan dan Kombes Mufti Jufnir, Kepala badan Advokasi PP IAI untuk memberikan konsultasi kepada pengacara yang mendampingi sejawat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement