Senin 12 Dec 2011 20:30 WIB

Oknum PNS Pembobol BPR Lebih dari Satu Orang

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Chairul Akhmad
Bank Perkreditan Rakyat (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Bank Perkreditan Rakyat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG – Oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang membobol Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kabupaten Bandung diduga lebih dari satu orang. "Yang saya ketahui, pelakunya ada dua orang," ungkap Bupati Bandung, Dadang M Naser, kepada Republika, Senin (12/12).

Dadang pun mengaku telah memberikan sanksi terhadap keduanya. Satu orang oknum PNS dari Dinas Pemukiman, Tata Ruang dan Kebersihan (Dispertasih) telah dimutasikan ke Unit Teknis Pelaksana Dinas (UPTD) Pemadam Kebakaran. Sedangkan yang satu orang lagi di-nonjob-kan.

Dikatakan Dadang, sanksi itu dijatuhkan sekitar satu bulan lalu, setelah dia melakukan pembahasan dengan inspektorat. Namun Dadang belum bisa memecat keduanya, karena masih harus menunggu hasil pemeriksaan dari Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Dadang menambahkan, selain menjalani proses hukum, kedua pelaku juga diwajibkan mengembalikan pinjaman tersebut ke BPR. "Setelah proses hukum selesai dan pinjaman itu dikembalikan, kita akan tindak sesuai dengan PP Nomor 53/2010 mengenai disiplin PNS," tegas Dadang.

Sebelumnya, Inspektorat Kabupaten Bandung mencium adanya oknum PNS Dispertasih yang diduga menggelapkan uang BPR Kabupaten Bandung. Jumlah uang yang digelapkan pelaku berinisial RH ini diperkirakan mencapai Rp 6 miliar.

Modusnya, sang pelaku menawarkan jasa kepada para pegawai tidak tetap di lingkungan Dispertasih, yang membutuhkan pinjaman uang. Sebagai jaminan kredit yang akan diajukan ke BPR, RH membuatkan SK pengangkatan PNS palsu dengan menggunakan scanner. Identitas asli para pegawai tidak tetap tadi lalu dicantumkan dalam dokumen palsu tersebut.

Kredit yang diajukan mantan Bendahara Dispertasih ini rata-rata mencapai Rp 20 juta, melebihi kebutuhan para peminjamnya. Oleh karenanya, RH hanya memberikan uang kepada para peminjam sesuai yang mereka butuhkan. Sementara sisanya masuk ke kantongnya.

Untuk membayar cicilan bulanan yang mencapai Rp 250 juta, RH mengakalinya dengan terus mengajukan kredit fiktif ke BPR. Kredit fiktif ini pun diajukan dengan menggunakan SK palsu tadi.

Diperkirakan, jumlah korban lebih dari 200 ratus orang, meliputi tenaga sukarelawan, tenaga kerja kontrak (TKK) dan tenaga honorer. Aksi RH ini pun diketahui sudah berlangsung sejak 2008 lalu. Namun, baru sampai ke Polda Jabar pada Agustus 2010.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement