Ahad 11 Dec 2011 20:15 WIB

PWNU Jabar Tolak RPP Pembatasan Tembakau

Rep: Friska Yolandha/ Red: Chairul Akhmad
Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.
Foto: www.sudarisman.multiply.com
Petani tembakau sedang membawa hasil panen tembakaunya.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Barat menentang keras rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pembatasan tembakau. PWNU menganggap peraturan ini akan merugikan petani tembakau, khususnya di wilayah Jawa Barat.

"Ada lebih dari 30 ribu petani tembakau di Jawa Barat yang akan dirugikan oleh peraturan ini," tutur Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama (LPP NU), Dani Riswandi, di kantor PWNU Jabar, Ahad (11/12).

Apabila undang-undang ini disahkan, ujar Dani, maka petanilah yang paling merasakan dampaknya. Apalagi para petani yang sudah berkutat dengan tembakau selama puluhan tahun. "Tidak mudah mengubah kebiasaan bertani seseorang dengan cepat," kata Dani.

Berbicara tentang zat adiktif, lanjut Dani, tidak hanya tembakau saja yang memiliki sifat tersebut. Ada beberapa tumbuhan lain yang juga mengandung zat tersebut seperti teh, tomat, dan kentang. "Mengapa hanya tembakau saja yang dibatasi?" tanya Dani retoris.

Ia menyayangkan sikap Kementerian Kesehatan yang tidak berpihak kepada petani. Menurutnya, tembakau tidak melulu digunakan untuk rokok. Tembakau juga bisa dimanfaatkan sebagai biotanol dan bahan pestisida.

Oleh karena itu, PWNU menyatakan sikap menolak rancangan peraturan pemerintah yang akan membatasi produksi tembakau. Hal ini, ujar Dani, tidak hanya dilakukan oleh PWNU Jabar saja, tetapi juga sudah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia seperti Nusa Tenggara, Jawa Timur, dan Banten.

Di Jawa Barat terdapat sekitar 12 ribu hektar perkebunan tembakau. Sekitar sepertiganya terdapat di Kabupaten Garut. Seluruh lahan dikelola oleh 30 ribu petani tembakau. "Dan 80 persennya adalah masyarakat NU," kata Dani.

Seorang petani tembakau asal Kabupaten Garut, M Yayat, mengatakan harga tembakau saat ini masih cukup tinggi. Selama harga tersebut menguntungkan, petani belum akan berpindah ke komoditas lain. "Petani dilindungi undang-undang mengenai kebebasan menanam komoditas yang diinginkan," kata Yayat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement