Ahad 11 Sep 2011 06:12 WIB

Pengamat: Operasi Yustisi Kriminalisasikan Orang Miskin

Rep: C13/ Red: Didi Purwadi
Aparat menggelar Operasi Yustisi Kependudukan. (ilustrasi)
Foto: www.igading.com
Aparat menggelar Operasi Yustisi Kependudukan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pasca Lebaran, DKI Jakarta dipastikan dibanjiri pendatang baru yang mengadu nasib di Ibu Kota. Menyikapi itu, Pemerintah Provinsi DKI menggelar operasi yustisi kependudukan (OYK) selama 21 hari setelah Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriah di lima wilayah kota. Jika terdapat warga yang tidak memenuhi syarat tinggal di DKI, petugas bisa memaksanya untuk pulang kampung.

Menurut Pakar Demografi Universitas Indonesia, Sonny Harry B Harmadi, operasi yustisi bukan pemecahan masalah efektif untuk menghadapi derasnya kaum pendatang yang berniat mengadu nasib. “Operasi yustisi hanya terapi kejut saja,” kata Sonny.

Untuk menghadapi ledakan urbanisasi, saran dia, pemerintah seharusnya meniru langkah Cina yang memilik permasalah penduduk lebih kompleks. Di Cina, kata dia, para penduduk yang hendak mengadu nasib ke kota besar wajib diregistrasi oleh aparat dengan syarat ketat. “Kebijakan Pemprov DKI bukan solusi efektif,” katanya.

Pengamat Urbanisasi International NGO Forum in Indonesian Develpoment (INFID) ini mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan operasi yustisi sebagai tradisi setiap selesai Lebaran. Menurut Wahyu, kebijakan tersebut tidak lebih sebagai upaya mengkriminalisasikan pendatang baru yang membawa mimpi bisa meraih sukses di Ibu Kota. “Operasi yustisi sama saja mengkriminalisasikan orang miskin,” tandasnya.

Harusnya, kata dia, pemerintah dan penduduk DKI mau berbagi tempat tinggal untuk mendiami Ibu Kota dan memberi pelayanan kepada pendatang baru.

Kepala Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief, menyatakan arus urbanisasi tahun ini sekitar 5 sampai 10 persen. Pihaknya memperkirakan sedikitnya 1 juta penduduk masuk ke Jabodetabek. Terjadinya urbanisasi, kata dia, karena adanya kesenjangan kemakmuran di kota dengan desa.

Karena tidak bisa dicegah dan dilarang, ia menyarankan pemerintah untuk mengarahkan arus perpindahan penduduk itu agar menguntungkan negeri ini. Caranya dengan membangun pusat pertumbuhan ekonomi di daerah pinggirian kota besar yang bisa menarik minat masyarakat untuk berbondong-bondong datang ke sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement