Selasa 30 Aug 2011 22:01 WIB

Berbagi Bahagia dengan Mereka yang Berbeda

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: cr01
Salah seorang pasien di Yayasan Galuh, Bekasi.
Foto: http://findingvea.blogspot.com
Salah seorang pasien di Yayasan Galuh, Bekasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Kaos putih yang dikenakan Eko sudah tampak kusam. Ia yang menderita keterbelakangan mental embisil itu sudah hampir 7 tahun tinggal di Panti Galuh, panti rehabilitasi cacat mental.

Ia girang ketika melihat sebuah mobil parkir di halaman panti, Selasa (30/8). Bocah 11 tahun yang sedang duduk di atas kursi itu pun bangkit. Segera saja ia menyambut sang tamu, menyalaminya sambil berteriak, "Ada beras...!"

Sang tamu langsung menghampiri kantor, mengisi buku tamu dan mengobrol dengan Nina Mardiana, Sekretaris Yayasan Galuh. "Ini dari jamaah masjid," kata sang tamu.

Nina berterima kasih. "Alhamdulillah, di Bekasi ini memang banyak orang kaya, tapi tak banyak yang peduli," ujarnya sambil tersenyum.

Tamu yang datang dari wilayah Bekasi itu menyumbangkan 65 kilogram beras untuk panti. Bagi panti ini, 65 kilogram cukup untuk sekali sarapan. Yayasan yang terletak di kecamatan Rawa Lumbu ini memang membutuhkan beras dalam porsi yang sangat banyak untuk bisa dimakan oleh 260 pasien dan 39 pengurus yayasan. "Sekali masak, 50 kilogram beras," tutur Nina.

Yayasan Galuh dirintis sejak 1982. Tempat ini dikenal orang sebagai panti rehabilitasi cacat mental. Orang-orang yang berada di sini berasal dari berbagai daerah. Umumnya mereka pindahan dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau dari jalanan yang dititipkan oleh polisi. Pendirinya, Gandu, sudah wafat bulan Januari tahun ini dalam usia 97 tahun. Sekarang, kepengurusan yayasan ini diserahkan kepada putranya, Suhanda (56).

Berdirinya yayasan ini berawal dari Gandu yang ketika itu seorang ketua RW melihat orang gila yang diperlakukan semena-mena. Ia kemudian berinisiatif untuk membawa orang itu ke rumah dan merawatnya sampai sembuh. Di panti rehab ini, pasien tidak mendapatkan perawatan medis, hanya diobati secara tradisional melalui pijat refleksi dan didoakan tiap dua kali sepekannya.

Belum ada donatur tetap di yayasan ini, perawat dan pengurus yayasan hanya mendapatkan uang jika ada sedikit sisa uang dari donatur yang tidak digunakan untuk keperluan pasien. "Untungnya kami punya 10 delman. Lumayan, untuk menyambung hidup para perawat dan pengurus," kata Nina.

Di komplek Yayasan Galuh ini, semua orang baik perawat maupun pasien tinggal bersama. Perawat disediakan mess khusus di panti itu, mereka bergantian menjaga pasien selama 24 jam mulai dari membuatkan makanan, menemani mereka mandi hingga mencucikan baju mereka. "Kalau mereka makan ayam, kita ya makan ayam. Setiap hari kita makan dari dapur yang sama," cerita Nina.

Mengabdi selama 10 tahun di yayasan ini membuat Nina sudah terbiasa berhadapan dengan orang yang "kurang sehat".

Yayasan yang bergerak di bidang sosial ini tidak menatapkan tarif bagi para pasiennya. "Semuanya seikhlasnya saja. Kalau ada pasien yang dititipkan oleh keluarganya dan tidak mampu memberikan donasi, ya tidak apa-apa," kata Suhanda, Ketua Yayasan.

Bagi pasien yang dinilai sudah sehat 90 persen, biasanya ikut membantu kegiatan di panti ini. Mereka membantu meringankan pekerjaan perawat agar tidak kosong pikirannya. Kata Suhanda, dengan cara menyibukkan mereka dengan hal-hal yang bermanfaat, akan turut mempercepat kesembuhan mereka. "Cara untuk mengetahui mereka sudah sembuh atau belum cukup mudah, jika mereka sudah bisa belanja ke warung berarti sudah lumayan sembuh."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement