Rabu 22 Jun 2022 18:18 WIB

Ini Tiga Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Memilih Perguruan Tinggi Swasta

Tiga hal itu, yakni terdaftar, terakreditasi, dan memiliki program MBKM.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), M Budi Djatmiko, mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para calon mahasiswa yang hendak mendaftar ke perguruan tinggi swasta (PTS).
Foto: republika/mardiah
Ilustrasi Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), M Budi Djatmiko, mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para calon mahasiswa yang hendak mendaftar ke perguruan tinggi swasta (PTS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), M Budi Djatmiko, mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para calon mahasiswa yang hendak mendaftar ke perguruan tinggi swasta (PTS). Salah satunya adalah memastikan PTS tersebut terdaftar di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT).

"Yang harus dipahami oleh mahasiswa, pastikan yang didaftarkan itu ada di dalam PDPT. Jadi ada perguruan tinggi mengaku perguruan tinggi, tetapi tidak ada izinnya dia menerima mahasiswa. Padahal, dia tidak terdaftar di Pangkalan Data Perguruan Tinggi," ujar Budi kepada Republika, Rabu (22/6/2022).

Baca Juga

Menurut Budi, perguruan tinggi yang meluluskan mahasiswa harus sudah memiliki nilai akreditasi. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Akreditasi menjadi hal kedua yang perlu diperhatikan dalam memilih PTS yang dituju. Dia mengatakan, secara umum, apabila PTS tersebut sudah terakreditasi, maka PTS tersebut sudah memiliki jaminan yang baik dari pemerintah. Budi menerangkan, perbedaan akreditasi yang didapatkan oleh suatu PTS didasarkan dari kinerja program studi (prodi) dan kinerja rektor.

"Akreditasi A, B, C itu dari kinerja prodi dan kinerja daripada rektornya. Jadi akreditasi itu mengukur kinerja manajemen rektorat untuk institusi dan kinerja manajemen ketua prodi untuk prodi," jelas dia.

Kendati demikian, dia menyatakan, kinerja prodi dan rektor tersebut tidak berbanding lurus dengan kinerja mahasiswa. Apabila seorang mahasiswa pada dasarnya memang pintar, maka di mana pun tempat dia berkuliah akan baik juga nilai yang akan didapatkannya setelah mendapatkan pelajaran yang mengasah kemampuan lunak dan keras mereka.

"Mahasiswa berkualitas dari apanya? Dari IPK-nya, dari uji kompetensinya. Cuma masyarakat tidak tahu itu. Jadi tidak usah takut mahasiswa kalau misalnya dia mau perguruan tinggi yang dapat (akreditasi) C, tidak ada masalah. B, tidak ada masalah. Dapat A, tidak ada masalah, malah lebih bagus," jelas dia.

Kemudian hal ketiga yang perlu diperhatikan pula adalah ada tidaknya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di PTS tujuan. Menurut dia, adanya program dari pemerintah tersebut dapat memungkinkan mahasiswa melakukan eksplorasi lebih lanjut terkait keinginan dan harapan mereka.

"Pastikan kampus itu juga ada program itu sehingga mereka bisa eksplorasi ke kampus lain, ke dunia industri. Karena yang penting adalah ketersediaan dan kesiapan kampus memberikan kebebasan belajar kepada mahasiswa untuk mencari jati dirinya sesuai dengan keinginan dan harapan mereka," tutur Budi.

Pada kesempatan itu dia juga menerangkan beda dari PTS dengan perguruan tinggi negeri (PTN). Menurut dia, PTS itu dibiayai oleh mahasiswa dengan dikelola oleh yayasan. Sementara PTN ditanggung oleh pemerintah. Dia menjelaskan, dari sisi perkuliahan, tidak ada beda antara PTN dengan PTS karena semua sudah ditentukan oleh Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

"Tidak membedakan antara PTN dengan PTS. Semua prosesnya sama. Memang ada PTS yang 'nakal'. Prosesnya tidak sesuai, misalnya belajar seenaknya dan sebagainya. Itu satu-dua memang ada. Tapi kita pastikan proses pembelajaran itu benar mengikuti Standar Nasional Pendidikan Tinggi," jelas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement