Kamis 09 Jun 2022 16:38 WIB

Aset Kasus Korupsi Rusun Cengkareng Era Ahok Dijadikan Pengganti Kerugian Negara

Polri menyita aset senilai Rp 700 miliar dari kasus dugaan korupsi Rusun Cengkareng.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Direktur Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo (kanan) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan (tengah) dan Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Pol Arif Ferdiansyah (kiri) memperlihatkan sejumlah barang bukti dokumen kasus dugaan tindak pidana korupsi saat rilis di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/6/2022). (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Direktur Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo (kanan) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan (tengah) dan Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Pol Arif Ferdiansyah (kiri) memperlihatkan sejumlah barang bukti dokumen kasus dugaan tindak pidana korupsi saat rilis di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (8/6/2022). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Mabes Polri menyita aset senilai Rp 700 miliar lebih dalam pengungkapan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengadaan lahan rumah susun (rusun) Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar) 2015-2016. Direktur Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim, Brigadir Jenderal (Brigjen) Cahyono Wibowo mengatakan, aset sitaan tersebut akan dijadikan sumber pengganti kerugian negara.

Kasus dugaan korupsi Rusun Cengkareng ini terjadi saat era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Cahyono menerangkan, dalam kasus yang merugikan negara Rp 649 miliar itu, tim Dit Tipikor sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka, pada Februari 2022 lalu.

Baca Juga

Pertama, Sukmana, yang ditetapkan tersangka selaku mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Satu lagi, Rudy Hartono Iskandar, yang ditetapkan tersangka selaku swasta.

Kedua tersangka dijerat dengan sangkaan korupsi, dan TPPU. Dalam penelusuran terkait dengan TPPU, kata Cahyono, tim penyidikannya berhasil melakukan pengamanan aset-aset dari hasil dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

“Dari hasil pendalaman, kami mengaitkannya dengan TPPU, dan berhasil melakukan recovery aset lebih dari (Rp) 700 miliar,” kata Cahyono, Kamis (9/6/2022).

Nilai aset yang disita tersebut, terdiri dari beberapa bentuk. Yakni, tim penyidikannya menyita aset uang tunai senilai Rp 1,7 miliar. Aset tak bergerak berupa lahan dan tanah senilai Rp 371,4 miliar di kawasan Cilandak Timur, Jakarta Selatan (Jaksel). Lahan dan tanah lainnya di Cilandak Barat, Jaksel senilai Rp 100,3 miliar juga turut disita. Penyidik juga menyita lahan dan tanah senilai Rp 2,7 miliar di kawasan Palmerah, Jakbar.

“Aset-aset sitaan tersebut, terkait dengan tindak pidana asal (korupsi) dari perkara ini,” tegas Cahyono.

Adapun aset-aset sitaan dalam penelurusan TPPU, kata Cahyono menjelaskan, berupa lahan dan bangunan senilai Rp 166,2 miliar yang berada di kawasan Cilandak Barat, Jaksel. Tim penyidik juga menyita lahan dan bangunan senilai Rp 57,3 miliar di Denpasar, Bali. Penyidik juga menyita modal kepemilikan Rp 1,2 miliar atas Padang Golf Pondok Indah dari tangan tersangka.

Penelusuran aset-aset lainnya terkait TPPU, kata Cahyono masih dalam pengejaran lanjutan. Sebab, dikatakan dia, tim penyidik meyakini, adanya aset-aset dari hasil tindak pidana korupsi itu, yang diselamatkan di luar negeri. “Ada beberapa transfer ke luar negeri yang sampai hari ini, masih kita telusuri untuk dapat disita,” ujar Cahyono.

Kasus dugaan korupsi Rusun Cengkareng ini, terkait dengan pengadaan tanah, dan lahan seluas 4,69 hektare dan 1.137 meter persegi yang dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) Provinsi DKI Jakarta 2015-2016. Nilainya sebesar Rp 684,5 miliar.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, saat penetapan tersangka, Februari lalu, menerangkan nilai beli objek hukum dan pengerjaan pembangunan, senilai Rp 668,5 miliar pada 2015 dan pada 2016 Rp 16 miliar.  Dalam prosesnya, pembelian tanah dan lahan tersebut, berujung pada kegagalan pemerintah menguasai objek belanja negara tersebut.

“Sehingga tanah, dan lahan 4,69 hektare, dan 1.137 meter persegi tersebut, tidak dapat dikuasai negara, karena dalam kondisi bermasalah, atau diketahui dalam kondisi sertifikat hak milik atas tanah, dan lahan tersebut adalah hasil dari rekayasa,” ujar Ramadhan. 

Dari penyidikan, kata Ramadhan mengungkapkan, juga diketahui adanya aliran dana dari pihak kuasa penjual kepada pejabat-pejabat pengadaan di Pemprov DKI Jakarta 2015-2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement