Ahad 12 Sep 2021 22:10 WIB

Uhamka Soroti Resiliensi Pendidik dan Pemimpin Pendidikan

Sekolah sangat strategis untuk membangun resiliensi peserta didik.

Sekolah Pascasarjana Uhamka menggelar webinar bertajuk Resiliensi Pendidik dan Pemimpin Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19, Sabtu (11/9).
Foto: Dok Uhamka
Sekolah Pascasarjana Uhamka menggelar webinar bertajuk Resiliensi Pendidik dan Pemimpin Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19, Sabtu (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (SPs Uhamka) menggelar webinar bertajuk “Resiliensi Pendidik dan Pemimpin Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19”, Sabtu (11/9). Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini membahas mengenai isu resiliensi kepemimpinan dalam pendidikan di masa pandemi.

Direktur SPs Uhamka Prof Ade Hikmat MPd mengatakan, tujuan digelarnya webinar ini antara lain membangun sinergi antara Uhamka dengan dunia pendidikan sebagai salah satu bentuk pengabdian masyarakat. “Selain itu, menjalin silaturahim dengan alumni serta meningkatkan resiliensi pendidik dan pemimpin pendidikan di masa pandemi,” kata dia, Sabtu (11/9).

Kepala SD Muhammadiyah 09 Plus Duren Sawit, Jakarta Timur, Syamsiah MPd, menyampaikan, resiliensi adalah bangkit kembali secara positif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan. Selain itu, resiliensi juga dimaknai sebagai kemampuan untuk tetap teguh dalam situasi sulit. “Bagaimana kita menyikapinya secara positif. Kita semua merasakan pandemi ini situasinya sangat sulit untuk kita semuanya,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Selanjutnya Syamsiah menjelaskan, mengutip UU Sisdiknas, pendidik adalah tenaga kependidikan berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong beljar, tutor, fasilitator, dan sebagainya yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

“Pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya di suatu bidang sehingga mampu memengaruhi orang lain,” ujarnya. Hal itu, menurut dia, dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam kepemimpinan, termasuk kepemimpinan pendidikan.

Syamsiah mengatakan, pandemi Covid-19 ini berdampak terhadap sekolah dan penyelenggaraan pendidikan. “Yang tadinya bertemu langsung dengan siswa menjadi virtual, yang kedua aktualisasi program tidak terealisasi penuh. Karena saat pertemuan tatap muka, sekolah sudah punya program,” katanya.

Misalnya, dia mencontohkan, praktik jual-beli di pasar, studi wisata, atau kemah, tidak terealisasi seratus persen pada masa pandemi. “Dan yang ketiga yakni adaptasi bagi guru, siswa, dan orang tua. Di SD Muhammadiyah 09 Plus, kami merasakan sulitnya pada masa pendemi ini, siswa yang biasa kita lihat tidak, motivasi jadi berkurang, tugas tidak terpantau, karakter yang sesuai visi sekolah juga tidak bisa terealisasi,” ujarnya, Sabtu (11/9). 

Selain itu, kata dia, guru-guru juga harus mau beradaptasi, berubah, dan lebih melek IT agar siswa tidak mudah bosan dalam proses pembelajaran. “Begitu juga orang tua yang harus memainkan peran sebagai pendidik di rumah,” ujarnya.

Inovasi pendidikan

Dalam kesempatan itu, Syamsiah berbagi motivasi dalam mengembangkan inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut dia, kekurangan yang terjadi akibat pandemi mesti diubah menjadi kelebihan. “Misalnya guru memiliki kekurangan di bidang IT, maka diubah dengan belajar agar punya kelebihan di bidang itu,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, kelemahan mesti diubah menjadi kekuatan dan kebaruan diubah menjadi keunggulan. “Kalau ada sesuatu yang baru, itu kita harus sudah bisa ngeklik, bahwa ini bagus dan harus diunggulkan,” ujarnya.

Misalnya, dia mencontohkan, SD Muhammadiyah 09 Plus yang berhasil menjadi pelopor sekolah dasar di Jakarta yang menerapkan pembelajaran dengan teknologi virtual reality. “Kami bekerja sama dengan Edutech dan Millealab. Belum ada di Jakarta yang guru-gurunya menggunakan teknologi virtual reality,” ungkapnya.

Jadi, guru-guru SD Muhammadiyah 09 Plus juga dibekali peningkatan kemampuan di bidang IT. Sebab, selain kemampuan mengajar, menurut dia, guru juga mesti memiliki keterampilan mengajar serta pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.

Lingkungan strategis

Sementara itu, menurut Wakil Rektor II Uhamka Prof Abdul Rahman A Ghani, sekolah sebagai lingkungan kritis sangat strategis untuk membangun resiliensi peserta didik. Maka, kata dia, sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pendidik sebagai penyelenggara pendidikan memiliki peran membangun resiliensi tersebut.

“Dalam membangun resiliensi peserta didik, mengutip Bernard (1991), yang perlu dilakukan yaitu memberikan perhatian dan motivasi, menetapkan dan mengomunikasikan harapan-harapan yang tinggi namun realistis, serta memberikan kesempatan untuk partisipasi yang bermakna,” ungkapnya.

Menurut Ghani, dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif peserta didik lebih mudah untuk mengeksplorasi dan mengembangkan kemampuan dirinya. Sehingga, dia melanjutkan, peserta didik dapat mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang dewasa dan matang. “Dengan demikian, kualitas kepribadian pendidik, kedewasaan, kematangan perasaan, dan integritas pribadi akan mempunyai peran besar dalam proses pendidikan,” ujarnya.

Hadir pula dua narasumber lainnya, yakni Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Dr H Tabrani MPd dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Drs H Jamaluddin MPd. Keduanya merupakan alumnus IKIP MJ Jakarta (sekarang Uhamka) dan Sekolah Pascasarjana Uhamka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement