Senin 15 Mar 2021 16:39 WIB

Sri Mulyani Rencana Naikkan Tarif PPnBM Mobil Listrik

Pengenaan tarif pajak bagi mobil listrik berdasarkan dampak emisi karbon yang timbul.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Menteri BUMN Erick Thohir sedang mengisi daya kendaraan listrik di stasiun pengisian mobil listrik (charging station) di Denpasar, Bali, Sabtu (2/1). Pemerintah akan menaikkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) menjadi 14 persen bagi kendaraan mobil listrik.
Foto: Dok Kementerian BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir sedang mengisi daya kendaraan listrik di stasiun pengisian mobil listrik (charging station) di Denpasar, Bali, Sabtu (2/1). Pemerintah akan menaikkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) menjadi 14 persen bagi kendaraan mobil listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menaikkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) menjadi 14 persen bagi kendaraan mobil listrik. Adapun rencana kebijakan tersebut akan memperbarui ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengenaan tarif pajak bagi kendaraan mobil listrik berdasarkan dampak emisi karbon yang ditimbulkan.

Baca Juga

“Sesudah kita melakukan rapat internal di kabinet bersama Menkomarves, Menteri Perindustrian, BKPM, TKDN mengenai strategi pembangunan industri otomotif yang berbasis pada baterai dan berdasarkan minat dari investor yang akan menginvestasikan electric vehicle, maka pemerintah mengajukan perubahan, sebenarnya perubahannya tidak cukup besar dari tarif yang existing,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (15/3).

Sri Mulyani menjelaskan kenaikan tarif PPnBM mobil listrik, otoritas fiskal telah mengatur dua skema. Skema pertama, tarif PPnBM untuk plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) pasal 36 (Ps 36) sebesar lima persen sebelumnya nol persen, full-hybrid (Ps 26) sebesar enam persen naik dari aturan lama sebesar dua persen, dan full-hybrid (Ps 27) sebesar tujuh persen dari sebelumnya lima persen.

“Existing yang PP 73 tadi yang saya jelaskan di depan itu ada di kolom PP 73 2019 jadi Pasal 36 BEV pasal 36 nya dengan PHEV, pasal 36 sama-sama 0 persen. Lalu kemudian pasal 26, pasal 27 sampai pasal 31 itu secara progresif meningkat itu diharmonisasi terkait dengan Emisi CO2 nya,” jelasnya.

Skema kedua, PHEV (Ps 36) menjadi delapan persen, full-hybrid (Ps 26) 10 persen, full-hybrid (Ps 27) 11 persen, full-hybrid (Ps 28) 12 persen sebelumnya delapan persen, mild-hybrid (Ps 29) 12 persen sebelumnya delapan persen, mild-hybrid (Ps 30) 13 persen sebelumnya 10 persen, dan full-hybrid (Ps 31) 14 persen sebelumnya 12 persen.

Kemudian mobil listrik jenis battery electric vehicle (BEV) (Ps 36) baik skema satu maupun skema dua, tarif PPnBM yang dikenakan sebesar nol persen atau tidak naik.

“Perubahan skema 1 ke skema 2 lebih progresif perbedaannya apabila mereka sudah masuk dalam investasi yang signifikan sebesar Rp 5 triliun bagi para industri dan sudah menjalankan produksi secara komersial maka mulai berlaku,” jelasnya.

Mobil yang mengadopsi BEV, sumber tenaganya berasal dari baterai saja. Sedangkan, PHEV memadukan dua mesin sekaligus yakni mesin konvensional dan juga mesin dari baterai atau listrik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement