Kamis 18 Feb 2021 05:56 WIB

Kasus Vaksin Helena Lim, Muncul Dugaan Pemalsuan Data

Ombudsman menduga ada pemalsuan data oleh apotek mitra kerja Helena Lim.

Apotek Bumi Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (11/2).
Foto: Eva Rianti
Apotek Bumi Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Rr Laeny Sulistyawati, Eva Rianti, Antara

Kasus vaksinasi selebgram Helena Lim yang sempat membuat heboh media sosial ikut membuat Ombudsman Jakarta Raya bergerak melakukan penyelidikan. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, Ombudsman Jakarta Raya tidak menemukan kelalaian yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Baca Juga

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, pihaknya menduga adanya potensi pemalsuan data dalam kasus tersebut yang dilakukan oleh pihak apotek mitra kerja Helena Lim. Sebab, tidak ada petunjuk teknis (juknis) khusus dalam pendataan tenaga kesehatan penerima vaksin secara manual.

"Potensinya pemalsuan data oleh pihak pemberi kerja tenaga pendukung kesehatan, dalam hal ini apotek yang menyatakan selegram tersebut sebagai tenaga pendukung kesehatan," kata Teguh saat dikonfirmasi, Rabu (17/2).

Teguh menjelaskan, Ombudsman Jakarta Raya menemukan ketidakmampuan Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya dalam menghadirkan data nyata jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang berhak mendapat vaksin di Jakarta. Sistem ini yang kemudian digunakan untuk mengirimkan undangan kepada nakes calon penerima vaksin melalui SMS blast, melakukan registrasi ulang,memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.

"Kegagalan sistem tersebut, menyebabkan banyaknya nakes yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi para nakes," jelas dia.

Baca juga : SKB Seragam Sekolah Berpotensi Merusak Pembagian Kewenangan

Namun, untuk mengantisipasi masalah tersebut, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI (Ditjen P2P) mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi para nakes sesuai kategori dengan beberapa syarat. Untuk nakes yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui Surat Tanda Registrasi (STR).

Sedangkan untuk data nakes lain menggunakan data dari organisasi profesi, yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. Pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan.

"Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan, sepenuhnya tergantung pada itikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan tersebut. Dan potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotek yang menjadi mitra kerjanya," tuturnya.

Teguh mengungkapkan, terkait dugaan potensi pemalsuan data itu merupakan kewenangan pihak kepolisian. Menurut dia, Dinkes DKI telah melakukan koordinasi dengan polisi mengenai penyidikan potensi dugaan pemalsuan keterangan tersebut.

"Kami (Ombudsman Jakarta Raya) lebih fokus ke perbaikan sistem data, supaya celah seperti itu tidak terjadi lagi. Alternatifnya bisa fokus full ke perbaikan sistem one data peduli supaya tidak ada lagi pendataan manual," jelas Teguh.

"Atau jika belum memungkinkan, dan masih perlu pendataan manual bottom up, harus ada mekansime cross check data yang lebih baik. Termasuk ancaman sanksi bagi pemberi data palsu atau jual beli data," imbuhnya.

Baca juga : 3 Efek Samping Vaksin Covid-19 Ini Bermakna Baik

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta Widyastuti pada Rabu (17/2) pun telah memenuhi panggilan Ombudsman Jakarta Raya mengenai kasus vaksinasi terhadap Helena Lim. Meski demikian, Widyastuti membantah hal itu sebagai pemanggilan, tetapi hanya permintaan koordinasi terkait distribusi vaksin Covid-19 di Ibu Kota.

"Kami bukan pemanggilan, jadi kita diminta koordinasi terkait distribusi vaksin," kata Widyastuti di Puskesmas Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (17/2).

Widyastuti menjelaskan, proses distribusi vaksin di Jakarta menggunakan konsep wilayah dan bisa diakses secara digital. Menurut dia, Dinkes DKI sangat terbuka dengan informasi program vaksinasi, baik di tingkat kota maupun kecamatan.

"Bukan panggilan, kita berkoordinasi untuk mendapat informasi terkait distribusi vaksin di DKI Jakarta. Kita memakai konsep wilayah, kita mendapatkan berapa, semuanya sudah open digital bisa diakses, bagaimana kami membagi vaksin dengan tingkat kota kemudian tingkat kecamatan," jelas dia.

Ia pun mencontohkan proses pemberian vaksin covid-19 di Puskesmas Setiabudi. Dia menuturkan, seluruh petugas di puskesmas tersebut mendapatkan vaksin selama tempat vaksinasi itu terdaftar.

"Jadi konsepnya wilayah, contoh di Setiabudi, bukan hanya untuk memvaksin pegawai (Puskesmas) Setiabudi, tapi semua rumah sakit yang terdaftar menjadi tempat vaksinasi bisa mendapatkan vaksin," tutur dia.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria memastikan tidak ada unsur kelalaian dalam vaksinasi Covid-19 terhadap selebgram Helena Lim. Ariza menyebut, petugas puskesmas telah melakukan vaksinasi itu sesuai prosedur yang ada.

"Mekanisme di internal kami, inspektorat sudah turun, mengecek, apakah ada kelalaian, kesalahan dari ASN kami. Alhamdulillah tidak ada, petugas puskesmas sudah melakukan prosedur, aturan yang ada," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Senin (15/2).

Ariza mengungkapkan, selebgram Helena Lim bersama beberapa rekannya mendatangi puskesmas dengan membawa surat rekomendasi atau surat keterangan dari apotek yang menyatakan bahwa mereka merupakan pegawai apotek.

"Petugas puskesmas sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur, aturan yang ada bahwa yang bersangkutan membawa surat rekomendasi, surat keterangan dari apotek, yang menyatakan bahwa empat orang itu adalah pegawai," ungkap dia.

"Namun kemudian ternyata diduga di situ adalah pemilik, bukan pegawai (apotek)," sambungnya menjelaskan.

Ariza menuturkan, jika ada dugaan manipulasi data dalam kasus tersebut, maka menjadi wewenang kepolisian. Ia menyebut, pihaknya pun menyerahkan hal itu kepada polisi.

"Kalau ada diduga manipulasi data, itu wilayah kepolisian, bukan kami lagi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement