Thursday, 23 Syawwal 1445 / 02 May 2024

Thursday, 23 Syawwal 1445 / 02 May 2024

Pilgub di 3 Provinsi Berpotensi Terjadi Sengketa Hasil ke MK

Senin 14 Dec 2020 19:58 WIB

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andi Nur Aminah

Pilkada (ilustrasi)

Pilkada (ilustrasi)

Foto: Republika/ Wihdan
Tiga provinsi itu antara lain Kalimantan Selatan, Jambi, dan Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, tiga dari sembilan provinsi yang menggelar pemilihan gubernur (pilgub) sangat berpotensi terjadi sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tiga provinsi itu antara lain Kalimantan Selatan, Jambi, dan Kalimantan Tengah.

"Dari sembilan provinsi ternyata kami proyeksikan akan ada tiga daerah pilgub yang potensial sekali akan mengajukan sengketa di MK," ujar Ihsan dalam diskusi virtual, Senin (14/12).

Baca Juga

Ia mengatakan, sejumlah aspek menjadi tolak ukur atas potensi pengajuan sengketa hasil pemilihan ke MK. Pertama, selisih perolehan suara kandidat peringkat pertama dengan peringkat kedua itu tidak terlalu jauh di tiga provinsi tersebut.

Selisih perolehan suara yang kecil atau kurang dari dua persen membuka ruang terjadinya sengketa ke MK. Apalagi, pilgub Kalimantan Selatan pun hanya diikuti dua pasangan calon saja antara pejawat dan penantang yang membuat kompetisi lebih ketat.

Namun, kata Ihsan, pemetaan potensi sengketa hasil ini masih bergerak dinamis karena hasil penghitungan suara melalui publikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pun belum 100 persen. Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan di tingkat provinsi untuk pilgib juga masih berlangsung hingga 20 Desember 2020.

"Tetapi untuk enam daerah lain tidak menutup kemungkinan akan mengajukan sengketa ke MK, karena ambang batas tadi (pengajuan sengketa) dihapuskan oleh MK untuk Pilkada 2020," kata Ihsan.

Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik berharap, sengketa hasil Pilkada 2020 lebih sedikit dibandingkan pemilihan sebelumnya. Menurut Evi, sengketa hasil menjadi memontum pertanggungjawaban penyelenggara terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara.

"Di sanalah kami dalam hal ada peserta yang keberatan ataupun tidak puas kemudian menggugat hasilnya, hasil yang ditetapkan oleh KPU, maka ini akan kami pertanggungjawabkan, kami buktikan apa yang sudah kami kerjakan, kita hasilkan, ini kemudian bisa ditetapkan oleh MK," kata Evi.

Ia menjelaskan, dokumen digital dari Sirekap maupun salinan formulir C. Hasil-KWK yang disampaikan jajaran penyelenggara KPU kepada saksi pasangan calon atau pengawas pemilihan dapat menjadi alat bukti di persidangan sengketa hasil di MK. KPU akan membandingkan data yang ada di Sirekap dengan formulir model C. Hasil-KWK asli yang memuat berita acara dan sertifikasi hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).

Selain itu, ada pula dokumen rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara di tiap tingkatan mulai dari kecamatan hingga kabupaten/kota maupun provinsi. Evi mengatakan, selain sengketa hasil, beberapa daerah juga terdapat sengketa pencalonan, seperti yang terjadi di Kabupaten Boven Digoel yang mengakibatkan pemungutan suara ditunda.

"Tapi juga ada satu hal yang menjadi perhatian kita bahwa kemungkinan juga adalah persoalan pencalonan-pencalonan yang kemudian ini bisq juga menuai sengketa di beberapa daerah," kata Evi.

 

 

 
 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler