Jumat 28 Aug 2020 18:31 WIB

China Protes Sanksi AS Terkait Laut China Selatan

China menilai langkah AS mencampuri urusan dalam negeri dan melanggar hukum.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Hubungan AS dan China.
Foto: AP / Andy Wong
Hubungan AS dan China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China memprotes dan menentang sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) terhadap 24 perusahaan asal negaranya karena disebut terlibat dalam proyek militerisasi di Laut Cina Selatan (LCS). Beijing menilai langkah AS telah melanggar hukum internasional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengungkapkan, kegiatan pembangunan yang dilakukan negaranya di LCS berada di wilayah teritorial China. Dia mengklaim pembangunan itu pun tak ada kaitannya dengan militerisasi.

Baca Juga

"Partisipasi perusahaan dan individu China dalam aktivitas konstruksi domestik adalah sah, sesuai hukum, dan tidak tercela. Tidaklah dibenarkan bagi AS untuk menjatuhkan sanksi kepada perusahaan dan individu China atas keterlibatan mereka dalam aktivitas konstruksi yang relevan di negara mereka sendiri," kata Zhao pada Kamis (27/8), dikutip laman resmi Kementerian Luar Negeri China.

Oleh sebab itu China sangat menentang sanksi AS. Langkah AS sangat mencampuri urusan dalam negeri Cina dan melanggar hukum internasional serta norma dasar yang mengatur hubungan internasional. "Ini adalah logika hegemonistik dan politik kekuasaan yang berperan di sini. Cina dengan tegas menentang ini," ujar Zhao.

Dia mendesak AS memperbaiki kesalahannya dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri China. Zhao menegaskan negaranya akan melindungi bisnis dan kepentingan sah warganya.

Kementerian Perdagangan AS telah memasukkan 24 perusahaan China ke dalam daftar hitam. Perusahaan-perusahaan itu dituding memainkan peran dalam membantu militer Cina dalam membangun pulau-pulau reklamasi di LCS.

Perusahaan yang masuk daftar hitam termasuk Guangzhou Haige Communications Group, beberapa perusahaan yang tampaknya terkait dengan China Communications Construction Co, serta Beijing Huanjia Telecommunication, Changzhou Guoguang Data Communications, China Electronics Technology Group Corp, dan China Shipbuilding Group.

China diketahui mengklaim sekitar 90 persen atau 1,3 juta mil persegi wilayah LCS sebagai teritorialnya. Klaim itu didasarkan pada garis putus-putus atau garis demarkasi berbentuk "U" yang diterbitkan pada 1947. Klaim itu telah ditentang sejumlah negara ASEAN, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Indonesia.

AS pun menolak klaim China karena menganggap LCS sebagai wilayah perairan internasional. Washington kerap menggelar operasi kebebasan navigasi di perairan tersebut. China telah berulang kali mengecam latihan dan operasi yang dilakukan militer AS di LCS. Beijing memandangnya sebagai perbuatan provokatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement