Jumat 24 Apr 2020 17:24 WIB

PSBB di Kota Banjarmasin Dinilai tak Maksimal

Pelaksanaan PSBB di Banjarmasin dianggap seperti seremonial belaka.

Polisi memeriksa kendaraan bermotor saat hari pertama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di perbatasan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (24/4/2020). Pemerintah Kota Banjarmasin resmi menerapkan PSBB dalam rangka percepatan penangan COVID-19 selama 14 hari dimulai 24 April hingga 7 Mei 2020
Foto: Antara/Bayu Pratama S
Polisi memeriksa kendaraan bermotor saat hari pertama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di perbatasan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Jumat (24/4/2020). Pemerintah Kota Banjarmasin resmi menerapkan PSBB dalam rangka percepatan penangan COVID-19 selama 14 hari dimulai 24 April hingga 7 Mei 2020

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang dimulai hari ini (24/4) dinilai sejumlah kalangan tak maksimal. Hal itu terbukti dari tak adanya penjagaan secara terus menerus pada titik perbatasan pintu masuk kota.

Berdasarkan pantauan pada Jumat siang sekitar pukul 14.00 WITA, tak ada aktivitas di pintu gerbang batas kota di Kilometer 6 Banjarmasin yang menjadi cek poin pemeriksaan. Padahal sebelumnya di pagi hari, penerapan PSBB sangat berasa ketika semua pengendara yang melintas diberhentikan. Bagi yang tak menggunakan masker ditegur dan penumpang dalam mobil diatur agar tak berdekatan satu sama lain.

Baca Juga

Bahkan, Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dengan tegas memastikan semua pintu masuk kota akan dijaga ketat oleh aparat selama 24 jam. Bagi masyarakat yang tak memakai masker, dipastikannya tak boleh masuk kota.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi MSi turut menyesalkan pelaksanaan PSBB hari pertama yang dinilainya tidak maksimal. Padahal pelaksanaan PSBB tidak gampang karena menggunakan anggaran yang sangat besar dengan mengerahkan banyak sumber daya.

"Tak seperti yang dibayangkan misalnya super ketat penjagaan perbatasan tetapi malah penjagaan tidak maksimal. Sepertinya penerapan model jam penjagaan tertentu atau ada batasan jam tertentu ini," ucapnya.

Namun yang perlu dicermati, kata dia, penerapan pola jam tertentu pembatasan justru bisa berdampak bagi ketidakefektifannya pelaksanaan PSBB.

"Penerapan pola jam tertentu di penjagaan akan menimbulkan persepsi lain di masyarakat. Warga justru akan menganggap bahwa PSBB hanya seremonial saja, sehingga mereka tetap bebas beraktivitas keluar masuk kota Banjarmasin. Padahal daerah yang bersebelahan dengan Banjarmasin termasuk daerah zona merah. Hasilnya akan sama, tidak efektif," katanya menyesalkan.

Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu menyarankan perlunya pembenahan pola jam penjagaan perbatasan. Apalagi Banjarmasin termasuk daerah transmisi lokal Covid-19, sehingga harus lebih ketat.

"Warga kota tidak boleh keluar dan orang luar Banjarmasin tidak boleh masuk sesuai aturan yang tertera pada PSBB. Jika penerapan PSBB ingin efektif hasilnya," ujar dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement