Ahad 01 Jul 2012 12:23 WIB

Spanyol vs Italia, Laga Dua Kutub yang Berbeda

Spanyol vs Italia
Spanyol vs Italia

REPUBLIKA.CO.ID, Laga final seharusnya menjadi ajang tarung dua tim dengan gaya bermain agresif. Dua kutub itu adalah Spanyol yang seketika menjadi penguasa bola yang berubah kian hati-hati dan menjadi kutub yang memanfaatkan keahliannya dalam menguasai bola demi mencegah sang lawan mengendalikan permainan.

Kutub satunya lagi adalah Jerman yang telah berubah dari pola main reaktif pada Piala Dunia lalu menjadi tim yang memainkan pola bertanding yang lebih merangsang. Ini adalah pertempuran antara sang puritan berdarah dingin melawan tim yang memainkan sepakbola menyerang nan menghibur.

Jika saja Jerman mau mengambil risiko lebih banyak dengan mendisiplinkan pertahanannya kala melawan Italia yang terbukti berubah sangat sembrono di babak kedua, Jermanlah yang akan memenangkan partai semifinal itu dengan jauh lebih nyaman.

Problem yang sempat terlihat di awal turnamen, yaitu tidak menyatunya duet Bastian Schweinsteiger-Sami Khedira, kembali terlihat di partai semifinal itu. Khedira adalah seorang pemain yang lebih lengkap, namun menghadapi kerumitan saat berpasangan dengan Schweinsteiger.

Sebelumnya Khedira berdiri sedangkan Schweinsteiger melengos pergi; di turnamen ini, mereka semestinya berusaha saling memahami yaitu manakala yang satu maju maka lainnya seharusnya melapis. Terlalu sering keduanya saling berebut ke depan. Mereka seperti duet Steven Gerrard-Frank Lampard dari Inggris.

Opsi striker

Saat melawan Spanyol nanti, Italia tak akan mendapatkan suasana semenyenangkan kala melawan Jerman, kendati belum jelas benar skuad yang bagaimana yang akan dihadapinya.

Yang jelas salah satu aspek paling menarik dari final nanti adalah kedua tim memainkan setidaknya dua taktik berlainan selama turnamen ini berlangsung, tapi belum tahu pasti taktik mana yang akan mereka gunakan.

Ketika keduanya bertemu di Gdansk pada babak grup, Spanyol memasang formasi 4-3-3, sementara Italia menjawabnya dengan 3-5-2.

Empat laga kemudian, Spanyol dua kali turun tanpa striker di mana hanya memasang Fernando Torres dan sekali mencoba Alvaro Negredo sebagai striker tunggal, serta menurunkan Cesc Fabregas sebagai pelapis serangan.

Main tanpa striker seperti ini dikritik keras banyak pihak. Ini menunjukkan Spanyol lebih tertarik menguasai bola ketimbang melakukan penetrasi untuk mencetak gol. Mungkin itu ada benarnya, namun yang pasti ada dua hal yang harus dipertimbangkan.

Pertama, Vicente Del Bosque menomorsatukan penguasaan bola. Kuasai selama mungkin, jangan sampai direbut lawan, dan ini memastikan hanya ada satu tim yang boleh mencetak gol.

Kedua, Spanyol menjadi tidak lagi penetratif dengan hanya memasang satu penyerang. Fernando Torres yang tampil gemilang --termasuk saat melawan si lemah Irlandia-- diturunkan melawan Italia kala pertandingan tersisa 16 menit lagi.

Memasukkan Torres di menit-menit akhir memang satu opsi yang ada faedahnya, namun saat menghadapi tim angkuh bertahan seperti Italia, maka belum jelas benar apa yang bisa disumbangkan Torres.

Kemampuan bertarung di udara dari Fernando Llorente mungkin malah bisa mengacaukan pertahanan ketat Italia, namun Del Bosque sepertinya tak akan memilihnya. Alasan utamanya, permainan umpan langsung yang menjadi keahlian Llorente akan mengorbankan pola bermain menomorsatukan penguasaan bola yang diobsesikannya.

Alvaro Negredo bisa menawarkan jalan keluar, tapi dia tampil buruk kala melawan Portugal. Jadinya, Spanyol mungkin akan memulai laga final nanti dengan memasang kembali Fabregas.

Faktor De Rossi

Italia yang relatif nyaman pada pertemuan pertama mereka di babak grup lalu, membuat Spanyol menghadapi apa yang diakui Del Bosque sebagai miskin momen.

Secara harafiah itu artinya "kedalaman", tapi sebenarnya merujuk kepada para pemain yang mampu berlari menusuk, lalu memecahkan struktur pertahanan lawan.

Manakala bola bergerak menyamping maka akan relatif mudah untuk tim dengan barisan pertahanan massal seperti Italia mengacaukan operan lawan.

Apa yang menjadi pukulan bagi tim berpola main defensif adalah main sembari menjemput umpan seperti dilakukan Fabregas ketika mencetak gol penyama kedudukan dalam laga Spanyol melawan Italia di penyisihan grup lalu. Tiga bek Italia bermain disiplin dalam pola ini.

Daniele De Rossi yang alamiahnya adalah gelandang, bisa maju menghadang Fabregas. Lebih penting lagi, dua bek sayap Italia, Emanuele Giaccherini dan Christian Maggio, bisa menciptakan malapetaka bagi Spanyol ketika mereka menguasai bola.

Sistem permainan Spanyol itu menutup ruang sesempit mungkin, tapi siapa yang bisa menutup pergerakan bek sayap? Teoritisnya, seharusnya ini menjadi tanggung jawab dua gelandang bernaluri menyerang (David Silva atau Andres Iniesta), namun pada praktiknya mereka tidak bisa bermain terlalu dalam untuk hal yang tak bisa mereka tutupi.

Jadinya ini akan menjadi tanggung jawab para bek. Dalam soal ini baik Alvaro Arbeloa maupun Jordi Alba bisa menekan ke dalam untuk mencegah dua bek bertahan dibiarkan menghadapi tarung dua lawan dua melawan Antonio Cassano dan Mario Balotelli.

Partai Klasik

Atas pandangan itu akan masuk akal bagi Italia untuk kembali memasang formasi 3-5-2 yang telah digunakannya pada dua laga pertamanya, tapi sekarang tampaknya akan kian sempurna karena Andrea Barzagli kembali bugar.

Formasi 4-1-3-2 telah berjalan sangat baik -- empat bek yang disiplin dan tiga gelandang termasuk Riccardo

Montolivo yang nyaris berperan sebagai playmaker yang defensif, menciptakan ruang di mana Andrea Pirlo berubah bagai hantu berkeliaran di lapangan guna menciptakan peluang.

Itu bisa membuat Italia menjadi sulit diprediksi, namun kedayagunaan dua penyerangnya yang tidak ragu ikut bertahan atau menjemput bola, membuat Italia selalu bisa mendapatkan opsi di depan. Sekalipun Italia kembali ke sistem tiga bek, tampaknya tak akan mengorbankan De Rossi.

Dia dan Claudio Marchisio tampil mengesankan dengan merampas bola demi melindungi Pirlo. Kenangan bagaimana dia diperdaya Torres pada laga penyisihan grup lalu, akan membuat De Rossi akan makin hati-hati guna tidak mengulangi kesalahannya itu.

Jadi kemungkinannya adalah Italia akan memasang delapan orang di garis pertahanan pada hampir sepanjang pertandingan, mengosongkan sayap dan tidak terlalu terganggu dengan apakah Spanyol memiliki ruang untuk mengumpan.

Laga sepertinya akan sangat sesak di lapangan tengah namun kemampuan Italia menggiring bola ke depan dengan memanfaatkan eksplosivitas dan kreasi Balotelli dan Cassano akan berarti bahwa tim ini tak akan tenggelam dalam pola lamban seperti terjadi pada semifinal Spanyol vs Portugal.

Ini adalah partai klasik antara gaya agresif (proaktif) dan menomorsatukan penguasaan bola ala Spanyol, melawan gaya main reaktif dan mengandalkan serangan balik ala Italia. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement